Nationalgeographic.co.id—Benteng Kekaisaran Romawi yang hilang pada abad ke-2 di Skotlandia barat, dilaporkan telah ditemukan oleh para arkeolog.
Mereka menemukan sisa-sisa fondasi benteng Kekaisaran Romawi yang terkubur di sepanjang Tembok Antonine kuno Skotlandia.
Benteng tersebut dibangun pada masa Kekaisaran Romawi sebagai bagian dari upaya naas untuk memperluas kendali kekaisaran di seluruh Inggris.
Benteng itu adalah salah satu dari 41 struktur pertahanan yang dibangun di sepanjang Tembok Antonine. Bangunan tembok itu merupakan sebuah benteng yang sebagian besar terdiri dari struktur tanah dan kayu yang terbentang sekitar 40 mil atau sekitar 65 kilometer.
Dinding benteng tersebut melintasi wilayah Skotlandia Barat pada titik tersempitnya, menurut Historic Environment Scotland (HES), sebuah lembaga pemerintah.
Kaisar Romawi Antoninus Pius memerintahkan tembok itu dibangun pada tahun 142 M. Dia berharap dapat melampaui pendahulunya Kaisar Romawi Hadrian, yang sekitar 20 tahun sebelumnya telah membangun benteng yang dikenal sebagai Tembok Hadrian sekitar 160 km ke selatan.
Akan tetapi, dorongannya pada akhirnya tidak berhasil, sebagian karena permusuhan dari masyarakat adat. Pada saat itu orang Romawi menyebut mereka "Caledonia".
Kemudian mereka akan memanggil mereka "Picts", dari kata Latin yang berarti "orang yang dicat", karena lukisan tubuh atau tato mereka.
Setelah 20 tahun mencoba mempertahankan garis utara baru mereka, orang Romawi meninggalkan Tembok Antonine pada 162 M. Mereka mundur kembali ke Tembok Hadrian.
"Antoninus Pius secara efektif adalah seorang birokrat," kata sejarawan dan arkeolog John Reid kepada Live Science.
"Dia tidak memiliki pengalaman militer, dan kami pikir dia sedang mencari kemenangan yang bisa dia jamin melawan orang-orang Kaledonia yang eksotis."
Reid menjelaskan bahwa kaisar Romawi perlu mengklaim kemenangan militer, jadi Antoninus Pius menggunakan penaklukannya atas Skotlandia—selama itu berlangsung—untuk membenarkan pemerintahannya.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR