Nationalgeographic.co.id—Sebagian dari daratan Singapura adalah hasil reklamasi, tanah rekayasa untuk mengubur bagian perairan. Sejak awal kemerdekannya di tahun 1965 hingga 2017, negeri kecil ini telah memperluas daratannya lebih dari 20 persen.
Alasan mengapa Singapura melakukan reklamasi adalah kebutuhan ruang baru seiring bertumbuhnya populasi. Sebetulnya, reklamasi dalam sejarah Singapura dilakukan sejak era kolonial, tepatnya ketika Inggris di bawah Thomas Raffles hadir pada 1819.
Koloni Inggris banyak bermukim di muara Sungai Singapura yang punya bentang alam berupa hutan dan rawa bakau. Kawasan itu pada hari ini berada di sekitar Patung Merlion dan teluk di dekatnya.
"Tidak butuh waktu lama bagi Inggris," tulis Lim Tin Seng, pustakawan National Library Singapore di halaman BiblioAsia. "Singapura secara resmi diklaim oleh Raffles sebagai koloni, dan hanya empat tahun kemudian, pulau ini menyaksikan transformasi topografi pertamanya."
Reklamasi yang pertama dilakukan dalam sejarah Singapura terjadi pada 1822 di selatan Sungai Singapura. Kawasan itu diratakan dengan melibatkan 300 kuli untuk menimbun perairan dan membangun tanggul di sepanjang sungai. Sebab, kawasan selatan ini rawan banjir. Tanahnya berasal dari bukit kecil yang kini sudah rata di Battery Road.
"Proses tersebut memakan waktu sekitar empat bulan dan memunculkan area berbentuk bulan sabit yang sekarang dikenal sebagai Boat Quay," jelas Lim. "Ini, bersama dengan apa yang tersisa dari bukit kecil, menjadi Lapangan Komersial – dan akhirnya, Raffles Place – jantung distrik komersial seperti yang dipetakan dalam rencana kota Singapura tahun 1822 oleh Raffles."
Sepanjang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Singapura dipenuhi reklamasi demi kepentingan bisnis. Tercatat oleh Lim, hingga puluhan kali Inggris melakukan reklamasi. Hal itu disebabkan melesatnya jumlah penduduk dan pedagang.
Salah satu yang unik dari sejarah Singapura dalam reklamasinya ada di Telok Ayer Bay. Tanah reklamasinya berasal dari perbukitan sekitar Tanjong Pagar menuju Telok Ayer. Insinyur kota George Collyer pun meledakkan perbukitan itu demi membuka akses Telok Ayer ke Tanjung Pagar, karena selama ini pergerakan perdagangan terhalangi.
Saking banyaknya proyek reklamasi yang dilakukan kolonial Inggris di Singapura, ongkos yang harus dibayar sangat tinggi. Salah satu yang paling mahal dalam sejarah Singapura untuk reklamasi adalah proyek seluas 88 hektare dengan tembok laut sepanjang 5.000 kaki yang membentang dari Johnston's Pier ke Tanjong Malang--kini Palmer Road.
Proyek ini terhalang ketika ada masalah pengerukan pada 1910, saat hampir jadi. Tembok lautnya tenggelam, sehingga pekerjaan dihentikan. Proyek pun harus memperkuat pondasi tembok laut agar bisa tahan hingga 10 tahun kedepan untuk pengerjaan. Pekerjaannya baru rampung pada 1932 dengan ongkos sekitar 15 juta dolar Strait (mata uang Inggris di Semenanjung Malaya).
Reklamasi terakhir yang dilakukan oleh Inggris adalah Kallang Basin dan Beach Road yang menghabiskan sembilan juta dolar Strait. Reklamasinya menutupi 339 hektare area rawa yang dikenal paling banyak nyamuknya.
Source | : | BiblioAsia |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR