Nationalgeographic.co.id—Menjulang lebih dari 29.000 kaki atau sekitar 8.849 meter di atas permukaan laut, Gunung Everest adalah puncak tertinggi di dunia yang memukau bagi para penjelajah. Tapi di balik itu semua, beberapa tahun terakhir, perubahan iklim telah mengembalikan sejarah mematikan puncak tertinggi di dunia tersebut.
Seperti diketahui, Gunung Everest adalah gunung tertinggi di Bumi. Terletak di bagian Mahalangur Himal di Himalaya, puncak gunung ini melintasi perbatasan yang memisahkan Tibet dan Nepal.
Lingkungan Gunung Everest, sebagai puncak tertinggi di dunia, tentu bukan tempat yang mudah bagi manusia. Walau memang, selama lebih dari 100 tahun, Gunung Everest telah menjadi tujuan banyak penjelajah dari seluruh dunia.
Gunung Everest sangat menarik bagi para penjelajah dan pendaki gunung berpengalaman dan pendaki kurang berpengalaman dari seluruh dunia. Mereka biasanya meminta pemandu lokal dari orang-orang Sherpa, kelompok etnis Tibet yang terkenal karena pengetahuan mereka tentang jangkauan Himalaya dan keterampilan dalam mendaki.
Siapa penjelajah pertama yang mendaki Everest?
Gunung Everest memiliki dua jalur pendakian utama. Punggungan tenggara dari Nepal, dan punggungan utara dari Tibet. Meskipun jalur punggungan utara lebih pendek, saat ini sebagian besar pendaki menggunakan jalur punggungan tenggara, yang secara teknis lebih mudah, menurut Department of Geography, University of Montana.
Pendekatan utara dipetakan pada tahun 1921 oleh George Mallory selama Ekspedisi Pengintaian Inggris, yang merupakan ekspedisi eksplorasi yang tidak dimaksudkan untuk mencoba mencapai puncak.
Mallory terkenal, mungkin secara apokrif, dikutip menjawab pertanyaan "Mengapa Anda ingin mendaki Gunung Everest?" dengan jawaban, "Karena itu ada," menurut Departemen Sejarah Ohio State University.
Pada tahun 1922, Mallory dan rekannya dari Inggris Geoffrey Bruce dan Charles Granville Bruce, bersama dengan ahli kimia Austria George Finch, mencoba melakukan pendakian untuk pertama kalinya menggunakan oksigen, tetapi ekspedisi tersebut digagalkan oleh longsoran salju, menurut Department of Geography, University of Montana.
Pada Juni 1924, Mallory dan pendaki gunung Inggris Andrew Irvine berusaha mencapai puncak, tetapi mereka tidak selamat. Ekspedisi tahun 1999 menemukan tubuh Mallory.
Saat es terus mencair karena perubahan iklim, semakin banyak mayat yang ditemukan dalam beberapa tahun terakhir, menurut laporan Live Science sebelumnya. Perubahan iklim yang menyebabkan pencairan es di puncak Gunung Everest telah mengembalikan sejarah mematikan Gunung Everest.
Source | : | Live Science,The Geographical Journal |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR