Nationalgeographic.co.id -- Memasuki Taman Nasional Lore Lindu, mata langsung terpikat pada pesona Danau Lindu. Danau dengan luar 3.488 hektar tersebut memiliki air berwarna biru yang jernih. Di tepian danau, perahu-perahu milik penduduk setempat bersandar.
Pegunungan yang mengelilinginya menambah cantik lanskap alam kebanggaan Kabupaten Sigi tersebut. Danau yang terletak pada ketinggian 1.000 meter diatas permukaan laut tersebut memiliki pesona alam yang kaya dan lestari.
Menurut sains, Danau Lindu terbentuk akibat gempa bumi yang mengguncang wilayah tersebut pada 3.000 tahun silam. Namun, masyarakat yang hidup di sekitar Danau Lindu punya hikayat yang dipercaya turun-temurun mengenai terbentuknya Danau Lindu, atau yang oleh masyarakat setempat disebut Rano Lindu.
Nama danau tersebut, apabila para pejalan memahami bahasa setempat, kurang lebih telah menggambarkan asal mulanya. Lindu, dalam bahasa setempat, bermakna belut. Menurut masyarakat setempat, Danau Lindu terbentuk akibat adanya belut raksasa.
Dataran Lindu dihuni oleh tujuh subsuku, yakni Langko, Uno, Oli, Paili, Luo, Anca, dan Bamba. Namun, dulunya mereka tinggal di gunung. Alkisah, pada ribuan tahun silam, ada seorang pemangku adat suku Anca yang memelihara banyak kerbau.
Saat itu, belum ada danau di dataran tersebut, hanya rawa di kaki gunung yang menjadi sumber air bagi kerbau-kerbau untuk minum. Sang pemangku adat keheranan karena jumlah kerbau ternaknya terus berkurang.
Suatu hari, didorong oleh rasa penasaran, ia mencoba mengikuti kerbau-kerbaunya yang mencari minum di rawa. Sang pemangku adat begitu terkejut ketika melihat wujud belut raksasa yang melahap bulat-bulat kerbau-kerbaunya.
Ketakutan, sang pemangku adat menceritakan kejadian yang baru dilihatnya tersebut kepada seluruh warga desa. Berita dengan cepat dan turunlah warga desa dari gunung untuk memburu belut raksasa dengan membawa anjing.
Anjing-anjing mengejar belut raksasa tersebut selama tujuh hari tujuh malam. Hingga suatu saat dalam pengejaran tersebut, belut raksasa menabrak dan menembus gunung di sekitar muara rawa. Suara gemuruh memenuhi area tersebut dan air dengan deras mengalir memenuhi rawa serta mengubahnya menjadi danau.
Belut raksasa yang dianggap merugikan, malah memberi berkah berupa danau yang menjadi sumber kehidupan masyarakat. Masyarakat yang berasal dari tujuh sub suku di Lindu pun turun dari gunung dan membuat permukiman di sekitar danau.
Orang Anca membuat pemukiman yang disebut Kora, orang Langko membentuk Taubatuleo, dan orang Bonkodono membangun Bontlunca.
Hingga kini, Danau Lindu masih menghidupi masyarakat di sekitarnya. Masyarakat Lindu mengandalkan ekosistem ikan air tawar sebagai mata pencaharian mereka. Selain itu, mereka juga membudidayakan kakao dan kopi di hutan tepi danau yang tanahnya subur.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR