Kedua partai Jawa itu, seperti semua partai lainnya, lebih didasarkan pada etnis daripada ideologi. Ada persaingan yang kuat antara pemimpin mereka, Iding Soemita dan Salikin Hardjo.
Kelompok yang terakhir tidak terlalu berhasil dalam pemilihan umum pertama tahun 1949. Mereka kemudian berkonsentrasi untuk mendorong kembalinya sekelompok orang terampil terpilih ke Jawa.
Pada tahun 1954, seribu orang Jawa berlayar dari Suriname ke Indonesia, untuk memulai koperasi pertanian di Tongar di Sumatera Barat. Eksodus kedua terjadi pada tahun 1970-an, ketika sekitar 20.000 orang Jawa pergi ke Belanda menjelang kemerdekaan Suriname pada tahun 1975.
Secara politis, pentingnya kelompok penduduk Jawa tidak dapat disangkal. Orang Jawa sering memegang keseimbangan antara kelompok Afro-Suriname dan Hindustan (orang India bekas jajahan Inggris) yang lebih besar dan lebih kuat.
Secara sosial ekonomi, perkembangan orang Jawa memang lebih lambat daripada kelompok lainnya. Namun, sejak tahun 1960-an, orang Jawa telah mengejar kelompok penduduk lain di Suriname. Meski demikian, tingkat urbanisasi mereka masih lebih rendah daripada kelompok besar lainnya.
Menyusul matinya perkebunan pada paruh pertama abad ke-20, banyak orang Jawa kemudian beralih pekerjaan ke industri bauksit dan sektor pertanian. Selama dekade-dekade terakhir kehadiran orang Jawa dalam bisnis, profesi, dan pegawai negeri juga meningkat.
Secara demografis, orang Jawa telah lama menjadi kelompok populasi terbesar ketiga dan kemudian keempat. Dalam sensus tahun 2004, kelompok Hindustan berjumlah 135.000 orang, diikuti oleh orang Afrika- Suriname (87.500), Maroon (72.600), dan Jawa (71.900).
Secara budaya, orang Jawa telah menambahkan elemen etnis dan budaya yang unik ke Karibia dan Amerika Latin. Namun, hal ini belum banyak menimbulkan minat penelitian terhadap masyarakat Jawa dan budayanya.
Oleh karena itu alangkah baiknya untuk menambah pengetahuan tentang kehidupan, budaya, dan kemajuan orang Jawa di Suriname.
Source | : | Inside Indonesia |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR