Nationalgeographic.co.id—Kehidupan Tiongkok Kuno penuh dengan hal yang mengernyitkan dahi, terutama jika membicarakan perihal penyiksaan. Lingchi salah satunya, sebagai hukuman tersadis sepanjang sejarah Tiongkok.
Eksekusi Lingchi dimulai di masa Qin Er Shi. "Di bawah pemerintahan Qin Er Shi, kaisar kedua dari dinasti Qin, berbagai siksaan digunakan untuk menghukum para pejabat," tulis Matthew A. McIntosh kepada Brewminate.
Kurasinya diterbitkan dalam artikel ilmiah berjudul "Lingchi: ‘Death by a Thousand Cuts’ from Ancient to Modern China" yang diterbitkan pada 11 April 2022. Qin Er Sh ialah kaisar yang memperkenalkan metode eksekusi sadis ini sejak abad ke-3 SM.
Namun, penyebutan lingchi menjadi terkesan angker saat dilakukan oleh Liu Ziye yang sewenang-wenang, kejam, dan berumur pendek. Ia cenderung membunuh pejabat yang tidak bersalah dengan lingchi.
Lantas, bagaimana cara kerja lingchi yang dikenal sebagai salah satu prosesi eksekusi mati paling kejam sepanjang sejarah Tiongkok?
Prosesnya dimulai dengan mengikat terhukum pada sebuah kayu, biasanya dilakukan di tempat umum. Kulit kemudian disayat hingga bagian daging dipotong dari tubuh dalam beberapa irisan.
Hukuman jenis ini ditujukan pada tiga tingkatan: sebagai bentuk penghinaan publik, sebagai kematian yang lambat dan bertahan lama, dan sebagai hukuman setelah kematian.
Meskipun sulit untuk mendapatkan perincian yang akurat tentang bagaimana eksekusi dilakukan, umumnya eksekusi ini terdiri dari sayatan di lengan, kaki, dan dada.
Puncaknya, proses eksekusi yang menyakitkan ini berakhir pada pemotongan anggota tubuh atau mutilasi, diikuti dengan pemenggalan kepala atau tusukan ke jantung yang benar-benar membuat terhukum dipastikan mati.
"Jika kejahatannya kurang serius atau algojo berbelas kasih, luka pertama dilakukan pada leher yang menyebabkan kematian. Pemotongan selanjutnya dilakukan semata-mata untuk memotong-motong mayat," lanjutnya.
Di bawah kaisar selanjutnya, lingchi hanya digunakan untuk tindakan yang paling keji, seperti pengkhianatan kepada istana. Seperti yang terjadi pada tahun 1542, ketika hukuman diberikan kepada sekelompok wanita istana yang berusaha membunuh Kaisar Jiajing.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Brewminate,The Bueno Aires Review |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR