Nationalgeographic.co.id—Menurut temuan para peneliti dunia hewan dari University of Bristol, otak kupu-kupu Heliconius tumbuh saat mereka mengadopsi perilaku baru dalam mencari makan.
Suatu wilayah di otak mereka, yang dikenal sebagai tubuh jamur karena bentuknya, berukuran dua sampai empat kali lebih besar daripada kerabat dekat mereka.
Temuan ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications pada 7 Juli 2023 dengan judul “Rapid expansion and visual specialisation of learning and memory centres in the brains of Heliconiini butterflies.”
Temuan ini menunjukkan bahwa struktur dan fungsi sistem saraf terkait erat dengan relung ekologis dan perilaku organisme.
"Heliconius adalah satu-satunya kupu-kupu yang diketahui mengumpulkan dan mencerna serbuk sari yang memberi mereka sumber protein dewasa, ketika kebanyakan kupu-kupu lain secara eksklusif mendapatkan protein sebagai ulat,” jelas Dr Stephen Montgomery dari Bristol's School of Biological Sciences.
Pergeseran pola makan ini memungkinkan Heliconius untuk hidup lebih lama, tetapi mereka tampaknya hanya mengumpulkan serbuk sari dari spesies tanaman tertentu yang terjadi pada kepadatan rendah.
"Mempelajari lokasi tumbuhan ini merupakan perilaku kritis bagi mereka, tetapi untuk melakukannya mereka mungkin harus berinvestasi lebih banyak dalam struktur saraf dan sel yang mendukung memori spasial," tutur Montgomery.
Tim fokus pada hubungan antara ekspansi tubuh jamur, spesialisasi sensorik, dan inovasi evolusioner dari pemberian serbuk sari.
Studi tersebut melibatkan sintesis unik dari data komparatif pada struktur otak skala besar, komposisi seluler dan konektivitas di otak, serta studi tentang perilaku lintas spesies.
Mereka membangun model 3D otak pada 30 spesies pemakan serbuk sari Heliconius, dan 11 spesies dari genera yang berkerabat dekat. Mereka dikumpulkan dari seluruh Amerika Tengah dan Selatan.
Volume area otak yang berbeda diukur dan dipetakan melalui pohon filogenetik untuk memperkirakan di mana terjadi perubahan evolusioner besar dalam komposisi otak.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR