Nationalgeographic.co.id—Salah satu peneliti yang turut memberikan pemaparan ilmiah dalam Diskusi Kelompok Terpumpun Sisir Pesisir pada pertengahan Juli lalu adalah Muhammad Abrar. Abrar adalah Peneliti Senior Bio-Ekologi Terumbu Karang di Pusat Riset Oseanografi BRIN.
Dalam pemaparannya itu, peneliti yang berfokus pada riset terumbu karang itu mengatakan bahwa Indonesia memiliki hamparan terumbu karang dengan luas total sekitar 25 juta hektare. "Dan sekitar 14% berkontribusi terhadap terumbu karang dunia."
Yang menarik di sini, kata Abrar, terumbu karang Indonesia merupakan jantung dari pusat keanekaragaman terumbu karang yang dikenal sebagai Coral Triangle. "Indonesia sendiri menjadi jantungnya Coral Triangle dan 65% berkontribusi untuk wilayah Coral Triangle tersebut," ucap Abrar.
Meski populasi terumbu karang tersebar di seluruh dunia, 76% spesies terumbu karang dunia dapat dijumpai di area Coral Triangle ini. Segitiga Terumbu Karang atau Coral Triangle adalah kawasan laut di bagian barat Samudera Pasifik dengan keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi. Tak hanya keanekaragaman terumbu karang, tetapi juga keanekaragaman ikan-ikan dan spesies laut lainnya.
Abrar memaparkan, secara distribusi terumbu karangnya, wilayah seluruh dunia dapat terbagi atas 114 eko-region terumbu karang. "Sekitar 14 area (eko-region) ada di Indonesia," kata Abrar.
Ada banyak faktor yang bisa menjadi ancaman terhadap ekosistem terumbu karang di Indonesia. Salah satu faktor antropogenik yang jarang dibahas, menurut Abrar, adalah sektor pariwisata. Dia mengaku pernah melihat orang-orang yang sedang snorkeling dengan santainya menginjak-injak terumbu karang.
Selain itu, faktor ancaman lainnya adalah perubahan iklim. "Ada tren suhu air laut itu meningkat," kata Abrar. Pemanasan air laut ini juga berdampak pada terjadinya pemutihan terumbu karang (bleaching).
"Ada beberapa region di Indonesia, pemanasan air laut sangat berdampak terhadap pemutihan terumbu karang Indonesia, terutama di pesisir barat Sumatra dan selatan Indonesia," papar Abrar.
"Yang daerah-daerah timur relatif lebih terjaga dari pemutihan. Nah ini memang satu kondisi juga yang menarik," seru Abrar.
Abrar menjelaskan mengapa pemanasan global ini berdampak pada rusak atau hancurnya terumbu karang di laut. "Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, peningkatan CO2 di air, menurunkan pH air laut," papar Abrar.
Penurunan pH air laut atau pengasaman air laut ini membuat pembentukan rangka kapur terumbu karang terganggu. Akibatnya, terumbu jadi keropos dan mudah patah.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR