Nationalgeographic.co.id—Boneka ikonik Barbie telah mengambil langkah menuju inklusivitas dengan memperkenalkan boneka Barbie dengan Sindrom Down.
Sindrom Down merupakan kelainan genetik atau bawaan yang mengakibatkan penderitanya mempunyai kecerdasan yang rendah serta kelainan fisik yang khas.
Langkah ini merupakan tonggak penting dalam mempromosikan keragaman dan representasi dalam industri mainan.
Boneka Barbie dengan Sindrom Down bertujuan untuk menciptakan kesadaran dan penerimaan individu penyandang disabilitas. Dengan menampilkan boneka yang mewakili anak-anak dengan Sindrom Down, Barbie mengirimkan pesan inklusivitas yang kuat dan mendobrak hambatan sosial.
Produk mainan yang diluncurkan pada tahun 2022 ini tidak hanya memberi anak-anak kesempatan untuk bermain dan belajar tentang keragaman, tetapi juga membantu menumbuhkan empati dan pengertian. Hal ini mendorong anak-anak memiliki wawasan akan keunikan manusia dan memahami perbedaan.
Pengenalan boneka Barbie dengan Sindrom Down mencerminkan komitmen Mattel untuk menciptakan mainan yang lebih mencerminkan keragaman dunia yang kita tinggali.
Ellie Goldstein, seorang model Inggris dengan sindrom Down muncul dalam kampanye dengan Barbie versi baru ini. Goldstein mengatakan dia sangat senang melihat boneka baru itu. Dia menambahkan "Keanekaragaman penting bagi saya karena orang perlu melihat lebih banyak orang seperti saya di dunia dan tidak perlu disembunyikan."
Langkah positif ini berfungsi untuk mempromosikan inklusivitas, penerimaan, dan kesetaraan bagi semua individu, terlepas dari ketidakmampuan, kecacatan atau disabilitas.
Ellie Goldstein mulai menjajaki kegiatan dunia model sejak usia 15 tahun. Pada tahun 2020, Gucci menjadikannya model pertama dengan kondisi Sindrom Down yang berpose untuk merek mewahnya. “Biarkan dunia melihat bahwa siapa pun dapat berakting dan menjadi model walau disabilitas sekalipun” ungkap Goldstein seperti yang dilansir dalam Evening Standard. “Perlu lebih banyak kesempatan bagi disabilitas seperti kami”, lanjutnya mengenai stereotipe yang kerap terjadi.
Sindrom Down menyebabkan seseorang memiliki kromosom berlebih atau kromosom ke- 21. Gangguan ini disebut trisomi 21 yang menyebabkan efek yang bervariasi pada gaya belajar, karakteristik fisik dan mental, serta gangguan terkait kesehatan seperti penyakit jantung dan pencernaan. Bahkan memiliki angka harapan hidup yang lebih singkat.
Dikutip dari laman United Nations, perkiraan kejadian Sindrom Down di dunia adalah antara 1 dari 1000 kelahiran hidup. Penyakit ini bukan penyakit yang langka karena cukup sering terjadi, setiap tahunnya sekitar 3000 hingga 5000 anak lahir dengan kelainan kromosom ini.
Lisa McKnight dari perusahaan Mattel mengungkapkan harapannya, “Kami berharap dengan dirilisnya produk ini dapat mengajarkan pemahaman dan membangun rasa empati yang lebih besar”.
Dapat dikatakan, perusahaan boneka ikonik ini merupakan perusahaan yang menciptakan seri boneka paling beragam dan inklusif. Dilansir dari The Guardian, dalam membuat produk ini Mattel bekerjasama dengan National Down Syndrome Society (NDSS) Amerika Serikat.
Perusahaan Mattel mengatakan telah berkonsultasi dengan NDSS dan tenaga kesehatan profesional sejak dilakukan proses desain. Setiap detail pahatan wajah dan tubuh diperhatikan agar lebih menggambarkan wanita dengan sindrom Down, termasuk kerangka yang lebih pendek dan batang tubuh yang lebih panjang. Telinganya lebih kecil dan pangkal hidung nampak datar. Matanya berbentuk seperti biji buah almond yang mana mirip dengan karakteristik wanita dengan kondisi kelainan genetik.
Berdasarkan kesepakatan desain dengan NDSS, kalung liontin yang melekat pada leher Barbie bewarna merah muda dengan tiga chevron menghadap keatas atau anak panah. Tiga chevron ini mewakili tiga salinan kromosom ke-21 yang merupakan materi genetik yang menyebabkan karakteristik kondisi Sindrom Down.
Ditambahkan oleh Mattel, simbol chevron ini melambangkan "the Lucky Few" atau keberuntungan bagi seseorang yang memiliki anak dengan Sindrom Down dalam hidup mereka.
Gaun yang dikenakan pada Barbie versi ini didominasi oleh warna kuning dan biru. Kedua warna ini diasosiasikan dengan kesadaran akan Sindrom Down. Pada pergelangan kaki dipasang ortotik prostetik pergelangan kaki warna merah muda untuk mencocokan dengan pakaiannya. Dan beberapa anak dengan Sindrom Down menggunakan ortotik prostetik untuk menopang kakinya.
Sindrom Down pertama kali diperkenalkan pada tahun 1866 oleh Dr. John Langdon Down asal Inggris melalui publikasi tulisannya. Sebelumnya, dikenal sebagai kondisi mongolisme. Oleh Down, kondisi dan tanda klinis dari sindrom ini diuraikan. Down berusaha mengupayakan pencegahaan keterbelakangan mental dan mempromosikan kesehatan keluarga, penanganan bayi sejak masa pra kelahiran hingga paska kelahiran dalam upaya pencegahan penyakit dengan istilah Sindrom Down yang diperkenalkannya.
Kebanyakan dokter pada masa itu beranggapan tidak banyak yang bisa dipelajari dari Sindrom Down, namun Dr. John Langdon Down berpikir sebaliknya. Down mencoba mengklasifikasikan para pasiennya dengan mengambil foto pada sekitar 200 pasien.
Foto-foto ini menjadi koleksi terbesar fotografi klinis di era Victoria. Down menyimpulkan mereka memiliki kemiripan yang sama walupun tidak berasal dari orang tua yang sama. Down menamakannya dengan “The great Mongolian Family”.
Berdasarkan penelitian para ahli genetika, trisomi 21 tidak memiliki hubungan dengan gen Asia normal. Maka sejak 1960 di dunia barat istilah mongolisme tidak disebutkan lagi karena bernada rasis.
Source | : | Evening Standard,The Guardian,BBC |
Penulis | : | Cicilia Nony Ayuningsih Bratajaya |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR