“Kita perlu lebih dari sekedar membicarakan masalah ini, tetapi juga mengambil tindakan untuk mengatasi kesenjangan,” ucap Sangeeta Mangubhai, ilmuwan riset di Talanoa Consulting di Fiji yang juga menjadi salah satu penulis makalah studi itu.
“Inilah saatnya untuk menghargai dan memercayai pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang sejarah dan tempat yang kita miliki di wilayah mayoritas tropis dan mari kita memimpin di tempat-tempat yang kita sebut sebagai rumah,” lanjutnya lagi.
“Kesimpulan yang ingin saya fokuskan adalah mendekolonisasi ilmu kelautan, mulai dari siapa yang memimpin, hingga bagaimana hal itu dilakukan. Tindakan ini relevan untuk semua skala dan dimensi konservasi laut: dari individu hingga institusi, teori hingga praktik, dan dari sudut pandang pemuda hingga orang tua kita,” komentar Steven Mana'oakamai Johnson, peneliti dari Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan di Cornell University yang juga menjadi penulis studi itu.
Spalding dan Grorud-Colvert berkomitmen untuk menciptakan ruang guna mendengarkan dan menantang berbagai perspektif dan ide. “Kita tidak dapat menemukan solusi tanpa pembicaraan yang terbuka dan jujur serta transdisipliner, dan memastikan bahwa kita menciptakan ruang agar hal ini terjadi,” tambah Grorud-Colvert.
Meskipun zona waktu dan budaya berbeda, para kolaborator terkejut saat mengetahui bahwa pengalaman mereka tidak jauh berbeda.
“Sungguh menakjubkan bagaimana pengalaman bersama bisa menghasilkan solusi bersama untuk kawasan tropis global. Di Asia Timur, Pasifik, Afrika, dan Amerika Latin, kita semua merasakan hal serupa, dan kita merasa diakui oleh orang-orang di kawasan ini,” kata Spalding.
"Memperkuat suara mayoritas masyarakat tropis dalam ilmu pengetahuan dan tata kelola kelautan adalah kunci untuk memastikan keputusan terkait kawasan tropis mencakup perspektif dari para pelaku utama di kawasan tropis,” kata Josheena Naggea dari Departemen Kelautan dan Center for Ocean Solutions di Stanford Universitas yang turut menulis studi tersebut.
“Para pemimpin ilmiah saat ini perlu menyadari bahwa para ilmuwan di daerah tropis telah lama diabaikan atau dipinggirkan dan kita tetap menghasilkan pengetahuan penting, dan sering kali dengan cara yang lebih adil,” kata Andrés Cisneros-Montemayor, Wakil Direktur di Ocean Nexus, dan Assistant Professor di Simon Fraser Universit yang juga turut berkontribusi dalam makalah studi.
Estradivari, peneliti dari Departemen Ekologi di Leibniz Center for Tropical Marine Research (ZMT) di Jerman yang turut menulis makalah studi, menegaskan, “Meskipun ada kesenjangan nyata dalam tata kelola kelautan dan ilmu pengetahuan yang dapat berdampak negatif pada konservasi laut, solusinya juga tersedia selama kita menghargai keberagaman dan fleksibilitas serta memanfaatkan peluang untuk perubahan."
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Source | : | Smithsonian Tropical Research Institute |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR