Keberhasilan pertahanan melawan Kekaisaran Mongol yang tangguh memperkuat moral nasional dan memperkuat kekuatan kelas samurai.
Secara militer, invasi menyebabkan evaluasi ulang gaya tempur samurai tradisional Kekaisaran Jepang. Menghadapi musuh yang menyukai serangan terkoordinasi berskala besar, prajurit Jepang mulai menjauh dari fokus mereka pada pertempuran tunggal.
Pergeseran menuju strategi berbasis kelompok yang lebih terorganisir ini memainkan peran penting dalam perkembangan militer masa depan di Jepang.
Secara politis, Keshogunan Kamakura awalnya memperoleh prestise dan otoritas dari pertahanan yang berhasil melawan bangsa Mongol.
Namun, tekanan finansial untuk mempertahankan pertahanan dan memberi penghargaan kepada samurai yang telah berjuang mulai memakan korban.
Ketidakmampuan Keshogunan untuk memberikan kompensasi yang memadai kepada samurai menyebabkan ketidakpuasan, yang menyebabkan ketidakstabilan dan akhirnya berkontribusi pada jatuhnya Keshogunan Kamakura pada tahun 1333.
Secara budaya, kepercayaan pada kamikaze, atau angin dewa, semakin memperkuat kepercayaan asli Shinto pada perlindungan ilahi Jepang.
Fakta bahwa topan besar telah dua kali menggagalkan armada Mongol ditafsirkan sebagai intervensi ilahi, meningkatkan rasa identitas unik Jepang dan menanamkan rasa tak terkalahkan terhadap penjajah asing.
Invasi Mongol juga meninggalkan bekas pada hubungan Jepang dengan dunia luar. Kegagalan upaya Kublai Khan untuk menaklukkan Jepang membuat kepulauan itu berada di luar pengaruh Mongol, melestarikan keunikan budayanya.
Namun, invasi juga berkontribusi pada kecenderungan isolasionis Jepang, sebuah pandangan yang akan menentukan kebijakan luar negerinya hingga era modern.
Dampak Invasi terhadap Kekaisaran Mongol
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR