Nationalgeographic.co.id - Setiap pagi, para mahout di Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas, memandikan datuk (sebutan warga lokal untuk gajah sumatra) di sebuah sungai kecil. Mereka berjalan beriringan melalui jalur setapak, kemudian turun menuju sungai.
Setibanya di sana, para gergasi lembut langsung membenamkan sebagian tubuhnya. Sesekali, belalainya menyedot air dan disemprotkan ke atas tubuhnya. Mereka tampak berendam dengan tenang, menikmati segarnya air sungai pagi hari.
Di antara rombongan gajah dewasa yang sedang asyik mandi, ada satu gajah yang menarik perhatian saya. Badannya tampak mungil nan menggemaskan bila dibandingkan dengan kawanan gajah di sekitarnya. Sang mahout menggosok badannya dengan lembut, sementara ia bermain air dengan belalai kecilnya.
Perkenalkan, ia adalah Togar, gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) berusia enam tahun yang menjadi kesayangan pengunjung. Togar merupakan gajah korban jerat yang dievakuasi pada tiga tahun silam. Ketika itu, ia ditemukan dengan kondisi yang memprihatinkan.
Pada Oktober 2019, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau mendapat laporan seekor gajah yang terkena jerat. Ia ditemukan di hutan tanaman industri (HTI) PT Arara Abadi, Desa Lubuk Umbut, Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak. Saat dilakukan penyelamatan, kaki kiri depannya hampir putus akibat cengkeraman jerat sling.
Ketika itu, Togar juga ditemukan sendirian di tengah hutan karena kawanannya terpaksa meninggalkannya. Bayi gajah malang ini kemudian dibawa ke PLG Minas untuk dirawat. Menurut salah seorang mahout di PLG Minas, Mukti Ali Harahap (42), jerat yang melilit Togar diduga dibuat untuk menjebak babi.
“Mungkin masyarakat ini tidak sengaja untuk menjerat gajah, karena yang menjadi korban itu selalu gajah bayi,” ungkapnya.
Beruntung, Togar cepat diselamatkan. Lokasi yang dekat dengan sumber air merupakan salah satu faktor yang membuat Togar dapat bertahan hidup. “Kebetulan dekat sumber air. Kalau posisinya betul-betul di darat, tidak ada sumber air. Ya, mungkin sudah lewat,” pungkasnya.
Togar dirawat sekitar 6 bulan oleh tim medis hingga sembuh total. Meski demikian, setelah tiga tahun berlalu, bekas luka jerat itu masih terlihat jelas. Sungguh tak terbayang, betapa dalam dan sakitnya ia saat terluka.
Kini, Togar dapat berkeliaran dengan bebas di kawasan PLG Minas. Sehari-hari, ia juga mendapat perhatian dan pengawasan khusus dari Syahron, mahout atau pawang gajah yang mendampinginya. Beberapa gajah jinak lain turut menemaninya tumbuh, mulai dari meragut bersama atau berendam di air sungai yang segar.
Mari lestarikan gajah sumatra! Status konservasi gajah sumatra berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 termasuk satwa dilindungi. Sedangkan berdasarkan IUCN statusnya termasuk ke dalam kategori Critically Endangered (CR), yang artinya berisiko punah dalam waktu dekat.
Pemutihan pada Terumbu Karang, Kala Manusia Hancurkan Sendiri Benteng Pertahanan Alaminya
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR