Pemotongan halus dan pemasangan balok di lokasi sangat tepat sehingga tidak diperlukan mortar. Terakhir, permukaan akhir sering kali dibuat dengan menggunakan batu gerinda dan pasir.
Batu-batuan tersebut dipahat secara kasar di dalam tambang dan kemudian dikerjakan kembali di tempat tujuan akhir.
Hal itu jelas ditunjukkan oleh balok batu yang belum selesai yang tertinggal di tambang dan di berbagai rute menuju lokasi pembangunan.
Proses yang cermat dalam meletakkan, memindahkan, memotong kembali, dan kemudian memasang kembali balok-balok batu agar pas satu sama lain berlangsung lambat.
Namun percobaan telah menunjukkan bahwa proses tersebut jauh lebih cepat daripada yang diperkirakan para ilmuwan sebelumnya. Meski begitu, dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menghasilkan satu tembok.
Blok-blok yang saling bertautan dan dinding-dinding miring membuat bangunan-bangunan Inca sangat tahan, namun tidak kebal terhadap kerusakan akibat gempa.
Gempa bumi selama 500 tahun hanya menyebabkan sedikit kerusakan pada bangunan Inca yang masih utuh.
Struktur arsitektur Inca yang lebih sederhana menggunakan batu-batu alam tanpa diolah. Balok batu itu disusun dengan mortar lumpur atau menggunakan bata dari lumpur yang dikeringkan dengan iklim lebih kering.
Kedua jenis struktur arsitektur Inca ini biasanya ditutup dengan lapisan lumpur atau plester tanah liat dan kemudian dicat dengan warna-warna cerah. Dinding di Puka Tampu misalnya, masih terdapat bekas cat berwarna merah, hitam, kuning, dan putih.
Sementara atap bangunan umumnya terbuat dari jerami dari rumput atau alang-alang yang dipasang pada tiang-tiang yang terbuat dari kayu atau rotan. Tiang-tiang tersebut diikat menggunakan tali dan dipasang pada dinding batu dengan menggunakan pasak batu yang menonjol darinya.
Pasak ini dapat dipasang di dinding atau diukir dari salah satu balok, dapat berbentuk lingkaran atau persegi. Terkadang dipasang di dinding bagian dalam untuk berfungsi sebagai pasak, mungkin untuk penutup dinding tekstil.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR