Nationalgeographic.co.id—Sebuah studi baru menunjukkan bahwa kita perlu memperluas pandangan kita dengan memasukkan dampak polusi cahaya terhadap ekosistem pesisir dan laut dunia. Jadi, cahaya buatan di malam hari selain mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan di darat--mulai dari burung, kunang-kunang, hingga manusia--ternyata juga berdampak pada biota laut.
Mereka yang terdampak antara lain adalah paus hingga ikan, karang hingga plankton. Makalah studi berisi sintesis baru ilmu polusi cahaya laut ini telah terbit di jurnal Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems
“Makhluk laut telah berevolusi selama jutaan tahun untuk beradaptasi dengan intensitas dan pola cahaya alami,” jelas penulis utama Colleen Miller yang melakukan penelitian ini saat menjadi mahasiswa pascasarjana di Cornell Lab of Ornithology, seperti dikutip dari EurekAlert.
“Namun sekarang mereka menghadapi banjir cahaya yang semakin besar akibat pembangunan manusia di sepanjang pesisir dan, kecuali untuk beberapa studi kasus, kita memiliki pemahaman yang terbatas tentang bagaimana hal ini mempengaruhi banyak spesies dan keseluruhan ekosistem.”
Jika kita melakukan sisir pesisir di wilayah kita, Indonesia, misalnya, kita akan mendapatkan banyak area sudah begitu terang oleh cahaya buatan. Cahaya-cahaya buatan itu bisa menandingi cahaya bintang-bintang di langit.
Selama ini cahaya bulan (pantulan dari cahaya matahari) dan cahaya bintang berfungsi sebagai isyarat penting bagi organisme laut. Namun kini cahaya alami itu dapat dengan mudah tersapu oleh cahaya buatan.
Studi yang telah dilakukan terhadap polusi cahaya laut antara lain menemukan adanya pergeseran dalam siklus hormonal, perilaku antarspesies, dan reproduksi. Salah satu contoh klasiknya adalah penyu.
“Cahaya buatan di malam hari berbahaya bagi penyu dalam dua cara,” kata Miller.
“Penyu betina berusaha mencari tempat gelap yang tenang untuk bertelur, menghindari cahaya dan mungkin tidak sampai ke darat sama sekali. Tukik menuju ke arah cahaya di daratan, bukannya cahaya bulan di atas air, lalu mati karena dehidrasi atau kelaparan.”
Sifat cahaya buatan itu sendiri juga berubah seiring dengan meluasnya penggunaan pencahayaan LED. LED biasanya memiliki panjang gelombang cahaya yang lebih pendek dibandingkan teknologi lama dan dapat menembus lebih dalam ke dalam air.
Kabar baiknya adalah upaya di darat untuk mematikan lampu bagi burung-burung yang bermigrasi juga akan bermanfaat bagi sistem kelautan di dekat kota-kota pesisir.
Menggunakan cahaya merah sebanyak mungkin adalah pilihan lain karena tidak menembus terlalu jauh ke dalam air. Bahkan dimungkinkan untuk memasang penghalang yang akan melindungi garis pantai dari cahaya buatan.
“Kita juga perlu melihat cahaya buatan di malam hari dalam skala yang lebih luas,” kata Miller.
“Kita membutuhkan lebih banyak data dari wilayah geografis yang lebih luas dan organisme yang lebih luas. Kita harus segera khawatir tentang bagaimana cahaya buatan di malam hari mempengaruhi ekosistem laut.”
Artikel ini adalah bagian dari sinergi inisiatif Lestari KG Media bersama Saya Pilih Bumi, Sisir Pesisir dengan media National Geographic Indonesia, Initisari, Infokomputer, dan GridOto.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR