Nationalgeographic.co.id—Tercatat pada Selasa, 24 Oktober 2023, terdapat 10 kasus positif cacar monyet atau Monkeypox virus di Indonesia. Penyakit ini dapat ditularkan akibat kontak langsung antarkulit, termasuk hubungan seksual berisiko.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, pasien yang terkonfirmasi positif cacar monyet adalah laki-laki berusia produktif. Bahkan, dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa enam pasien di antaranya merupakan orang dengan HIV (ODHIV), dan memiliki orientasi biseksual.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu dalam rilis 23 Oktober 2023 menjelaskan, pasien cacar monyet memiliki faktor seks berisiko dengan munculnya lesi dan ruam kemerahan, disertai demam, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri tenggorokan, myalagia, ruam, dan sulit menelan.
“Untuk kondisinya, semua baik dan stabil. Kita pantau secara ketat dan terus menerus. Saat ini kita juga sedang memonitor pihak-pihak yang melakukan kontak erat dengan pasien,” terang Maxi, dalam rilis saat pasien terkonfirmasi sebanyak tujuh orang.
Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Hanny Nilasari mengungkapkan bahwa 90 persen kasus cacar monyet di dunia adalah kalangan homoseksual dan biseksual. Dia mengungkapkannya dalam konferensi pers yang diadakan daring pada 21 September 2022, sebulan setelah kasus pertama di Indonesia.
Dengan identifikasi pasien menurut orientasinya, pendapat masyarakat memberikan stigma bahwa cacar monyet disebabkan aktivitas seksual sesama jenis, terutama homoseksual. Pada kenyataannya, penyakit ini bisa tertular kepada siapa saja selama ada kontak fisik.
WHO bahkan memperingatkan bahwa risiko cacar monyet "tidak terbatas pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Siapa pun yang memiliki kontak dengan seseorang yang menularkan penyakit ini [dapat] berisiko," dalam rilis Mei 2022.
Yannick Simonin, ahli virologi dan pengajar di University of Montpellier, mengungkapkan bahwa 74 persen dari kasus cacar monyet yang diteliti memiliki lebih dari dua pasangan seksual dalam tiga minggu sebelum timbulnya gejala, terlepas dari apa pun orientasi seksualnya. 21 persen di antaranya bahkan juga positif HIV.
“Siapa pun yang melakukan kontak fisik dekat dengan orang lain yang tertular cacar monyet berisiko, terlepas dari orientasi seksualnya,” lanjutnya, dikutip dari Le Monde.
Profesor of HIV Medicine di Queen Mary University of London, Chloe Orkin menyatakan bahwa cacar monyet dapat menyebar melalui pernapasan, terutama dari batuk dan bersin. Lebih lanjut, "Penyakit ini juga dapat menyebar melalui kontak dengan seprai, handuk, atau kain lain yang bersentuhan dengan luka orang yang terinfeksi," lanjutnya.
"Kita tahu bahwa virus ini dapat bertahan lama di permukaan benda – terkadang hingga beberapa minggu."
Dalam sebuah penelitian di The New England Journal of Medicine Agustus 2022, mengungkapkan bahwa virus cacar monyet ditemukan di lebih dari 90 persen sampel air mani. Namun, penelitian ini belum dapat mengungkapkan bahwa virus ini bisa menular dari air mani.
Yang jelas, infeksi cacar monyet lebih mungkin dapat menyebar dengan kontak seksual. Dalam penelitian tersebut, 95 persen yang diteliti memiliki ruam yang mayoritas di alat kelaminnya, dan 41 persennya mengalami luka di dalam tubuh, termasuk anus atau mulut.
"Semua ini mungkin menjelaskan mengapa virus ini terutama menyebar melalui jaringan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki," kata Orkin di The Conversation. Dengan kata lain, tidak hanya aktivitas seks sesama jenis antara laki-laki, tetapi mungkin bisa tertular dengan aktivitas seksual lainnya yang bersama laki-laki.
WHO melaporkan bahwa laki-laki lebih rentan untuk terkena cacar monyet. Sejak diidentifikasi pertama kali hingga merebak ke seluruh dunia, sebagian besar gejalanya adalah di alat kelamin dan dubur laki-laki. Sebagian ahli berpendapat bahwa kedua tempat ini merupakan tempat virus tersebut masuk ke dalam tubuh.
Bagaimanapun, cacar monyet merupakan virus zoonosis (ditularkan ke manusia melalui hewan). Walau namanya adalah cacar monyet, berbagai spesies hewan liar ternyata diidentifikasi rentan terhadap cacar monyet. Para ilmuwan pun belum dapat mengetahui dari mana asal virus cacar monyet.
Penamaan cacar monyet sendiri berawal dari temuan pada monyet di sebuah laboratorium di Denmark pada 1958. Kasus pertama pada manusia dilaporkan pada 1970 di Republik Demokratik Kongo.
Penularan virus zoonosis dapat menjadi wabah bagi manusia. Bahkan, mayoritas dari wabah yang dihadapi manusia dalam sejarah adalah zoonosis. Hal ini disebabkan kedekatan manusia dengan satwa liar, atau perubahan iklim yang menyebabkan satwa liar berpindah tempat menjadi lebih dekat dengan manusia.
Source | : | WHO,the conversation,The Lancet,NBC,New England Journal of Medicine,lemonde.fr |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR