Penemuan menakjubkan ini terjadi di salah satu puncak suci di atas Yongsu Sapari di mana tim telah diberikan izin khusus untuk melakukan penelitian. Jarang ada orang yang menginjakkan kaki di sini, dan sistem gua yang mencolok ini terjadi secara kebetulan ketika salah satu anggota tim terjatuh melalui pintu masuk yang tertutup lumut.
'Tanah yang indah namun berbahaya'
Kondisi yang sangat menantang dan terkadang mengancam jiwa menjadi latar belakang penemuan ini. Dalam salah satu perjalanan menuju sistem gua, gempa bumi tiba-tiba memaksa tim untuk mengungsi. Lengan Davranoglou patah di dua lokasi, salah satu anggotanya terjangkit malaria, dan satu lagi ada lintah yang menempel di matanya selama satu setengah hari sebelum akhirnya dipindahkan ke rumah sakit.
Sepanjang ekspedisi, para anggota diserang oleh gigitan nyamuk dan kutu, serta terus-menerus menghadapi bahaya ular dan laba-laba berbisa. Membuat kemajuan apa pun melalui hutan adalah proses yang lambat dan melelahkan, dan terkadang tim harus mengambil jalan pintas yang belum pernah dilalui manusia sebelumnya.
"Meskipun beberapa orang mungkin menggambarkan Cyclops sebagai 'Neraka Hijau', menurut saya pemandangannya ajaib, memesona sekaligus berbahaya, seperti sesuatu yang ada di buku Tolkien," kata Kempton.
"Dalam lingkungan ini, persahabatan antaranggota ekspedisi sangat luar biasa, dan semua orang membantu menjaga semangat. Sore harinya, kami bertukar cerita di sekitar api unggun, sambil dikelilingi suara teriakan dan kuakan katak."
Sebuah warisan abadi
Menemukan kembali echidna hanyalah awal dari misi ekspedisi. Ekidna berparuh panjang Attenborough adalah hewan andalan Pegunungan Cyclops dan simbol keanekaragaman hayati yang luar biasa. Tim berharap bahwa penemuan kembali ini akan membantu menarik perhatian terhadap kebutuhan konservasi Pegunungan Cyclops dan wilayah Papua Indonesia secara umum.
Tim berkomitmen untuk mendukung pemantauan jangka panjang terhadap ekidna. Kunci dari upaya ini adalah LSM YAPPENDA, yang memiliki misi melindungi lingkungan alam di Papua melalui pemberdayaan masyarakat adat Papua. Sebagai bagian dari tim ekspedisi, anggota YAPPENDA membantu melatih enam mahasiswa UNCEN dalam survei keanekaragaman hayati dan kamera jebak selama ekspedisi.
Davranoglou berkata, "Hutan hujan tropis adalah salah satu ekosistem darat yang paling penting dan paling terancam. Merupakan tugas kami untuk mendukung rekan-rekan kami di garis depan melalui pertukaran pengetahuan, keterampilan, dan peralatan."
Karena tim hanya memilah sebagian kecil dari material yang dikumpulkan dalam ekspedisi tersebut, mereka memperkirakan bahwa beberapa bulan mendatang akan menghasilkan lebih banyak spesies baru. Tujuannya adalah untuk menamai banyak dari mereka dengan nama anggota ekspedisi Papua.
Selain mendapat spesimen hewan, tim juga mengumpulkan lebih dari 75 kg sampel batuan untuk analisis geologi, yang dipimpin oleh kepala ahli geologi ekspedisi, Max Webb, dari Royal Holloway University, London. Hal ini dapat membantu menjawab banyak pertanyaan tentang bagaimana dan kapan Pegunungan Cyclops pertama kali terbentuk.
Pegunungan tersebut diyakini terbentuk ketika busur pulau di Samudera Pasifik bertabrakan dengan daratan Papua sekitar 10 juta tahun yang lalu. Dikombinasikan dengan temuan biologis, pekerjaan geologi ini akan membantu tim memahami bagaimana keanekaragaman hayati Cyclops yang luar biasa terbentuk.
Source | : | University of Oxford |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR