Nationalgeographic.co.id—Sistem kalender Masehi paling umum digunakan. Kalender ini menggunakan penanggalan dari sistem rotasi dan revolusi Bumi terhadap Matahari. Namun, penanggalan ini memiliki dua versi: Julian dan Gregorian. Keduanya memiliki kesamaan bahwa satu tahun, terdiri dari sekitar 365 hari.
Hari ini, sistem kalender Gregorian lebih banyak diadopsi karena dinilai lebih akurat. Kalender ini diambil dari nama Paus Gregorius XIII (1502—1585) yang memperkenalkannya. Saat itu, masyarakat Eropa telah lama menggunakan kalender yang diterapkan Julius Caesar pada 46 SM yang disebut kalender Julian.
Kalender Julian
Kalender Julian ini diusulkan oleh konsul Julius Caesar di Kekaisaran Romawi untuk merombak sistem kalender Romawi yang sebelumnya yang bersifat lunisolar (kombinasi penanggalan Bulan dan Matahari). Penanggalan ini kemudian menginspirasi Kalender Rumi yang digunakan oleh Kekaisaran Ottoman.
Sistem penanggalan sebelumnya menyebutkan dalam setahun ada 12 bulan dengan total 355 hari. Di antaranya, terdapat bulan kabisat 27 atau 28 hari yang disebut sebagai Mensis Intercalaris yang biasanya disisipkan antara Februari dan Maret.
Hal ini membuat kalender Romawi pada masa kabisat sebanyak 377 atau 378 hari. Ketidakpastian ini berisiko untuk kehidupan bangsa Romawi dan tata negara dan keagamaan (politik).
Misalnya, masa jabatan kepausan sering kali dilakukan oleh politisi. Karena jabatan hakim di Kekaisaran Romawi bertepatan dengan satu tahun kalender, kekuasaan bisa disalahgunakan. Pada akhirnya, ada yang memperpanjang satu tahun masa jabatannya atau sekutu politiknya. Salah satu caranya, tentu, dengan menentukan kabisat dan sistem kalender.
Reformasi pun dilakukan oleh Caesar untuk menyelesaikan masalah secara permanen. Berkat kalender ini, orang Romawi bisa menetapkan tanggal permulaan peralihan empat musim yang salah satunya dilakukan oleh ilmuwan Kekaisaran Romawi Marcus Terentius Varro pada 37 SM.
Mengubah tanggal Paskah, lahirlah kalender Gregorian
Paus Gregorius XIII memberikan modifikasi kepada kalender Julian pada 1582. Modifikasi ini disebabkan bahwa penghitungan Kekaisaran Romawi sudah salah dari kalender Julian terhadap posisi matahari.
Posisi matahari dan tanggal yang salah menyebabkan musim tidak sinkron. Artinya, menurut Paus Gregorius XIII, hari raya Paskah yang biasanya dirayakan pada tanggal 21 Maret bisa semakin jauh dari ekuinoks musim semi setiap tahunnya.
Penambahan pada Gregorian menyebabkan kalender terlalu panjang. Ilmuwan Italia Aloysius Lilius (sekitar 1510—1576) yang menjadi perancang kalender Gregorian menyadari hal ini. Dia merancang variasi yang memperhitungkan kabisat secara matematika. Rumus ini pula yang menyelesaikan kelambatan yang disebabkan oleh kalender Julian.
Perkalenderan ini bukan berarti yang paling sempurna, walau telah dimantapkan oleh Lilius. Nyatanya, sistem ini kalender ini masih meleset 26 detik. Jika diperhatikan secara ilmu astronomi modern, akan ada satu hari kosong tanpa tanggalan pada tahun 4909.
Kemunculan kalender Gregorian juga tidak mulus di era Renaisans. Kehadiran kalender ini menyebabkan perbedaan beberapa jam yang sudah ditetapkan sebelumnya bagi masyarakat Eropa.
Akibatnya, secara sosial, terdapat kebingungan dan pertentangan. Pertentangan ini bahkan membuat orang Protestan berpendapat bahwa kalender Gregorian adalah konspirasi yang diatur oleh otoritas Katolik.
Itu sebabnya juga, kalender Gregorian lebih dulu diadopsi oleh negara-negara Katolik seperti Spanyol, Portugal, dan Italia. Negara-negara Protestan seperti Jerman dan Inggris baru beralih pada abad ke-18.
Source | : | History |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR