Nationalgeographic.co.id—Cerita rakyat Jepang telah meninggalkan jejak abadi pada nasionalisme Kekaisaran Jepang serta membentuk identitas dan nilai-nilai penting.
Legenda dan narasi mitos, bersama dengan tradisi asli, telah menanamkan rasa kebanggaan, kesetiaan, dan persatuan di antara orang-orang Jepang.
Kojiki (712) dan Nihongi (720), merupakan contoh utama teks-teks dengan asal-usul mitologi yang disusun secara strategis untuk membangun dan melegitimasi kekuasaan kekaisaran.
“Teks-teks tersebut menggabungkan berbagai mitos, legenda, dan dongeng ke dalam sebuah narasi yang kohesif, dengan tujuan politis dan legitimasi,” tulis Shreya Sethi pada laman Science ABC.
Akibatnya, Shreya menambahkan, “dongeng-dongeng ini tidak hanya dianggap sebagai fondasi budaya, tetapi juga manifestasi dari esensi Jepang, terutama di kalangan Shinto tradisional.”
Naskah Kaisar Meiji tentang Pendidikan
Pada akhir abad ke-19, Kekaisaran Jepang mengalami perubahan sosial dan budaya yang signifikan. Hal ini merupakan bagian dari modernisasi dan reformasi dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan budaya.
Salah satu instrumen kunci dari gerakan ini adalah dikeluarkannya “Naskah Kekaisaran tentang Pendidikan” pada Oktober 1890.
“Naskah ini bertujuan untuk menetapkan seperangkat nilai etika dan standar moral untuk mendorong upaya modernisasi bangsa, dengan menguraikan tujuan utama dari sistem pendidikan Jepang, yaitu untuk menanamkan rasa patriotisme pada anak-anak,” jelas Shreya.
Kebijakan ini mengatur prinsip-prinsip pendidikan di sekolah dasar dan memberikan penekanan kuat pada pengajaran moral wajib (shushin). Hal ini dimaksudkan demi mewujudkan esensi spiritual Kekaisaran Jepang (kokutai).
Perubahan ini sangat penting mengingat fondasi Jepang sedang dalam masa transisi akibat terpapar oleh Barat.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR