Nationalgeographic.co.id—Sebelum adanya pesawat dan kapal kargo, pelosok-pelosok Eurasia dihubungkan oleh jaringan jalur perdagangan yang dikenal sebagai Jalur Sutra. Perdagangan di jalur darat ini berlangsung sekitar 1.500 tahun dari abad kedua SM hingga pertengahan abad ke-15 M.
Jalur perdagangan ini menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh di dunia modern. Lagi pula, bukan hanya barang yang diangkut melalui rute ini, melainkan juga ide, manusia, dan penyakit.
Apa itu Jalur Sutra?
Menurut UNESCO, nama jalur ini berasal dari tekstil mewah yang ditenun dari serat protein ulat sutra. Sebuah proses yang dirintis di Tiongkok sekitar tahun 2700 SM.
Tiongkok merahasiakan sutra selama ribuan tahun, bahkan menjatuhkan hukuman mati jika mereka mengungkapkan cara membuat barang-barang sutra itu kepada orang asing. Namun, rahasia mereka mulai terbongkar dan pengetahuan tentang produksi sutra bocor ke India dan Jepang.
Fondasi awal Jalur Sutra diletakkan oleh perluasan Dinasti Han Tiongkok ke Asia Tengah pada abad kedua SM. Hal ini mendorong Tiongkok mengirimkan utusan ke wilayah-wilayah yang belum dijelajahi dan “belum terjamah” ini untuk mendapatkan informasi, serta mencari mitra dagang dan sekutu potensial. Penanggung jawab misi ini adalah Jenderal Zhang Qian yang terkadang dianggap sebagai "pelopor Jalur Sutra".
Pada masa ini juga, pada abad pertama SM, Kekaisaran Romawi muncul sebagai negara adidaya global yang kebetulan menyukai sutra, dan memandangnya sebagai aksesori “eksotis” yang wajib dimiliki.
Di manakah Jalur Sutra?
Jalur Sutra terdiri dari berbagai rute yang membentang dari Asia Timur, melintasi anak benua India, Asia Tengah, Timur Tengah, dan Afrika Timur, dan berakhir di Eropa. Banyaknya jalur mengambil rute-rute yang sedikit berbeda. Namun keseluruhan jalan kira-kira terbentang sekitar 6.400 kilometer.
Hal ini mencakup beberapa medan keras yang sebelumnya dihindari oleh para pelancong dan pedagang, seperti Gurun Gobi dan Pegunungan Pamir. Janji akan kekayaan mengubah hal ini dan rute tersebut mulai menarik para perantara dan oportunis, yang pada akhirnya memunculkan serangkaian permukiman kecil dan pos perdagangan di sepanjang jalan.
Apa yang diperdagangkan di sepanjang Jalur Sutra?
Sutra memulai jalur perdagangan. Namun Asia Timur juga tertarik untuk mengirimkan barang bagus lainnya, seperti teh, pewarna, parfum, rempah-rempah, dan porselen. Begitu pula dengan Eropa yang diketahui mengekspor komoditas ke Asia, antara lain karya seni, madu, anggur, kulit binatang, bulu, dan logam mulia.
Barang terpenting yang diekspor keluar Tiongkok adalah kertas dan bubuk mesiu. Meskipun kertas mempunyai potensi untuk mengubah cara informasi dan pengetahuan disebarkan, bubuk mesiu akan merevolusi peperangan, yang pada akhirnya mengubah arah sejarah dunia (baik ataupun buruk).
Namun, tidak semua yang dibawa adalah anggur berkualitas dan pakaian indah. Para ilmuwan telah menemukan bukti bahwa infeksi parasit, seperti cacing hati Tiongkok (Clonorchis sinensis), juga “diperdagangkan” melalui Jalur Sutra di antara masyarakat Eurasia.
Jalur perdagangan ini bahkan mungkin berperan dalam penyebaran Black Death pada tahun 1300-an. Dengan kata lain, Jalur Sutra mungkin membantu patogen tersebut menyebar dari wilayah terpencil di Asia Tengah menuju Eropa, yang berpuncak pada kematian 75 hingga 200 juta orang.
Mengapa Jalur Sutra begitu penting?
Ide, budaya, dan masyarakat juga mengalir maju dan mundur melintasi Jalur Sutra. Untuk pertama kalinya, masyarakat di seluruh Eurasia dihadapkan pada banyak ide dan agama baru. Agama Buddha menyebar dari India ke Tiongkok, sedangkan agama Kristen dan Islam berkembang di seluruh Eurasia.
Salah satu orang Eropa paling terkenal yang melakukan perjalanan di Jalur Sutra adalah Marco Polo (1254-1324), seorang pedagang Venesia yang mendokumentasikan perjalanannya melintasi Timur Tengah, Asia Tengah, dan Tiongkok. Meskipun ia bukan orang Eropa pertama yang mengunjungi kawasan ini, tulisannya dianggap sebagai salah satu wawasan Eropa paling awal mengenai budaya Asia Timur.
Jalur Sutra terus berkembang hingga Abad Pertengahan, bahkan sempat mengalami penurunan aktivitas akibat Black Death dan penaklukan Mongol pada abad ke-14 Masehi.
Pada abad ke-15 M, Jalur Sutra akhirnya menemui ajalnya. Kekaisaran Ottoman memperoleh kekuasaan dan berhasil memblokir koridor antara Eropa dan Asia, yang pada dasarnya menandai berakhirnya perdagangan yang berkembang pesat di seluruh benua.
Sementara itu, kerajaan-kerajaan Eropa meningkatkan upaya mereka melalui Era Penemuan. Pengetahuan dan teknologi baru memungkinkan orang-orang Eropa mencapai India, Tiongkok, dan sekitarnya tanpa memerlukan Jalur Sutra.
Masa kejayaan Jalur Sutra telah berakhir, tetapi warisannya sangat mendalam. Bahkan hingga saat ini, hal tersebut terus menginspirasi budaya dan geopolitik.
Tiongkok saat ini sedang mengerjakan apa yang disebut Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative), yang bertujuan untuk membangun infrastruktur yang memungkinkan perdagangan lebih mudah antara Tiongkok, negara-negara Asia, Eropa, dan Afrika lainnya. Mengingat besarnya ambisi proyek ini dan potensinya untuk membentuk dunia, maka proyek ini dijuluki sebagai "Jalur Sutra Baru".
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR