Nationalgeographic.co.id—Manusia memiliki sejarah panjang dalam mengembangkan cara-cara inventif untuk menyakiti satu sama lain.
Sering kali, mereka melakukannya demi kepentingan pribadi, kekuasaan, atau dalam konteks konflik.
Salah satu metode yang terkenal adalah penggunaan tikus sebagai alat penyiksaan atau dikenal sebagai Rat Torture. Metode ini dianggap efektif untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Sebelum penyiksaan dimulai, korban biasanya akan diikat ke permukaan yang datar. Setelah itu, algojo akan menempatkan sangkar logam berisi beberapa tikus di atas perut korban.
Terakhir, setelah memastikan tali ikatan cukup kuat untuk menahan berontakan, sebuah bara arang ditempatkan di atas sangkar.
Saat panas dari arang menyebar ke dalam kandang, tikus-tikus akan merasa tersiksa. Mereka akan mencoba segala cara untuk dapat keluar dari kandang. Mereka mencakar dan menggigit jeruji kandang.
Namun, jeruji yang terbuat dari logam hanya akan membuat upaya tikus sia-sia. Hingga akhirnya, para tikus menemukan jalan keluar: Perut korban yang lembut dan terbuka.
Tikus-tikus mulai menancapkan cakarnya yang tajam ke dalam perut korban. Mereka menggali, menembus daging luar dan menusuk ke dalam isi perut.
Apa yang bisa dilakukan korban dalam kondisi seperti itu? Mereka hanya mampu menjerit dan menggeliat saat merasakan tubuhnya dicabik-cabik dari dalam.
Anda mungkin berpikir bahwa metode penyiksaan yang kejam seperti itu hanya bisa terjadi di film.
Faktanya, menurut Miranda Leer, dilansir dari laman History Defined, penggunaan tikus sebagai alat penyiksaan telah digunakan selama berabad-abad di seluruh dunia.
Rat Torture di Zaman Kuno
Penggunaan tikus sebagai alat penyiksaan telah dilakukan oleh Kaisar Romawi ke-5, Nero. Dia dikenal sebagai salah satu penguasa paling keji yang pernah ada dalam sejarah.
Pria muda yang bermasalah ini lebih dikenal karena kesadisannya daripada kemampuannya memerintah. Konon, ia menempatkan para tersangka penjahat ke dalam tong-tong yang penuh dengan tikus.
“Tikus-tikus itu, yang sebelumnya telah kelaparan, akan segera menggerogoti daging korban hingga habis,” terang Miranda.
Di India, para tahanan mengalami pengalaman yang tidak kalah mengerikan. Mereka dipaksa mengenakan celana longgar yang kemudian diikat di sekitar pergelangan kaki.
Celana tersebut memiliki ruang yang cukup besar di dalamnya yang dapat digunakan algojo untuk menuangkan banyak tikus.
Yang, dalam keinginannya untuk melarikan diri, akan mencakar dan menggigit daging pangkal paha korban
Rat Torture di Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan, penggunaan tikus sebagai alat penyiksaan tidak hilang begitu saja. Bahkan, menurut Miranda, penyiksaan ini dibawa ke tingkat yang lebih sadis.
“Pada abad pertengahan di Jerman, metode memanaskan ember atau sangkar di atas perut korban diperkirakan telah ditemukan,” kata Miranda.
Namun kali ini sedikit berbeda, Miranda melanjutkan, “alih-alih membuat mereka menggali ke dalam tubuh korban, algojo akan membelah korban dan menempatkan tikus-tikus itu langsung di dalamnya.”
Metode lain yang tak kalah mengerikan adalah menempatkan tikus di wajah korban, bukan di bagian perut. Tikus-tikus dibiarkan menggerogoti hidung, telinga, dan mulut korban.
Pada abad ke-16 hingga ke-17, terdapat catatan yang mengungkap penggunaan metode Rat Torture selama Pemberontakan Belanda berkecamuk.
Selama konflik yang berlangsung hampir seabad itu, salah satu sekutu pemimpin Belanda William of Orange, Diederik Sonoy, dilaporkan menggunakan penyiksaan tikus untuk mengorek informasi berharga dari para tahanan.
Rat Torture, Favorit Para Diktator Amerika Selatan
Selama “Dirty Wars” di Amerika Selatan, gerilyawan sayap kiri diburu dan dibunuh. Pada masa ini, penyiksaan menggunakan tikus berkembang sebagai teknik interogasi favorit.
Miranda menjelaskan, kediktatoran di Chili, Brasil, Uruguay, dan Argentina dikatakan telah menggunakan penyiksaan tikus dari tahun 1960 hingga 1980-an.
“Salah satu contoh penggunaan teknik ini terjadi di Chili,” kata Miranda. “Para tahanan wanita dipaksa untuk menanggung pengalaman menyiksa dengan memasukkan tikus hidup ke dalam vagina mereka.”
Dalam banyak kasus, Rat Torture adalah alat yang terbukti ampuh untuk menggali informasi dari para tawanan, sekalipun mereka yang sulit bicara.
Kasus Penyiksaan Tikus Modern
Di era modern, penggunaan tikus sebagai alat penyiksaan tidak berhenti begitu saja. Pada 2010 di Lakewood, New Jersey, penyiksaan ini digunakan untuk memaksa seorang pria menyetujui perceraian pernikahannya.
Lakewood adalah daerah yang dikenal dengan populasi Yahudi Ortodoks yang besar. Di bawah hukum Yahudi Ortodoks, seorang wanita tidak bisa bercerai sendiri. Sang suami harus terlebih dahulu menandatangani dokumen yang mengizinkan istrinya untuk pergi.
Kejadian bermula ketika rabi Yahudi, David Wax, menginginkan seorang pria bernama Meir Bryskman untuk menandatangani surat perceraian istrinya. Namun, sang pria enggan mengabulkan permintaan tersebut.
Dibantu oleh tim preman, Wax memancing Bryskman ke rumahnya pada suatu malam. Kedatangannya disambut dengan pukulan keras dan kemudian mengikatnya.
Mereka mengancam Bryskman dengan berbagai bentuk penyiksaan yang tidak menyenangkan hingga ia setuju untuk menandatangani surat cerai.
Setelah diberitahu bahwa dia akan dimakan oleh tikus-tikus jika tidak mematuhinya, Bryskman segera setuju untuk menandatangani dokumen tersebut.
Seperti biasa, tikus-tikus itu melakukan tugasnya dengan efektif sehingga menjadikan mereka salah satu penyiksa paling menakutkan dalam sejarah.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR