Nationalgeographic.co.id—Di seluruh dunia, Ramadan dirayakan dengan cara yang berbeda-beda, dan setiap daerah memiliki tradisi dan kebiasaannya sendiri. Begitu juga pada masa kejayaan Kekaisaran Ottoman, Ramadan menjadi momen memperkuat ikatan sosial.
Selama bulan Ramadan, aktivitas sosial di ibu kota dan kota-kota besar Ottoman lainnya menjadi semakin sibuk. Berbagai kegiatan, mulai dari aktivitas keagamaan seperti ibadah puasa dan tarawih hingga pagelaran hiburan seperti pertunjukan seni mengisi setiap sudut-sudutnya.
Orang-orang berkumpul untuk berbuka puasa bersama, menghadiri ceramah agama, dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan amal. Semangat Ramadan yang penuh berkah menciptakan suasana yang khas dan mempesona di Kekaisaran Ottoman.
Merayakan Ramadan di Kekaisaran Ottoman
“Bakar sendok-sendok kayu boksus dan lemparkan abunya ke taman mawar,” perintah seorang pemilik rumah yang kaya raya untuk mengadakan jamuan berbuka puasa selama bulan Ramadhan di Kekaisaran Ottoman.
Para tamu kemudian akan menemukan tempatnya di meja makan bersama orang-orang dari latar belakang beragam.
Di sini semuanya sama. Tidak masalah bagi seorang pasa (bangsawan) duduk di sebelah orang miskin maupun orang yang asing.
Para pria duduk terpisah dengan para wanita kecuali jika mereka adalah kerabat dekat. Sedangkan anak-anak boleh duduk di mana saja.
Gadis-gadis muda, jika ada, akan membawakan kopi untuk orang tua mereka yang sedang merokok, jika mereka mau, dan mengobrol satu sama lain.
Dengan demikian, para tamu memberikan kesempatan kepada pemilik rumah untuk melakukan perbuatan baik di bulan penuh berkah.
Menurut Niki Gamm, seorang penulis dan jurnalis Istanbul, setelah makan malam berbuka puasa, orang-orang kaya akan memberikan dua jenis hadiah perpisahan kepada para tamu yang disebut “dis kirasi”.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR