Nationalgeographic.co.id—Hasil sebuah penelitian yang terbit di jurnal Science menunjukkan bahwa perubahan iklim selama 400.000 tahun terakhir telah memengaruhi perkawinan silang manusia purba Neanderthal dan Denisovan.
Manusia masa kini membawa sejumlah kecil DNA di dalam selnya yang berasal dari Neanderthal dan Denisovan. “Denny,” fosil individu berusia 90.000 tahun, yang baru-baru ini diidentifikasi sebagai putri dari ayah Denisovan dan ibu Neanderthal, memberikan kesaksian tentang kemungkinan bahwa perkawinan silang merupakan hal yang umum terjadi di antara spesies manusia purba.
Namun kapan, di mana, dan pada frekuensi apa perkawinan silang ini terjadi? Dalam makalah penelitian yang terbit di jurnal Science pada 10 Agustus 2023, para peneliti dari Korea dan Italia bergandengan tangan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Dengan menggunakan data fosil, simulasi superkomputer mengenai iklim masa lalu, dan wawasan yang diperoleh dari bukti genom, tim peneliti mampu mengidentifikasi habitat yang tumpang tindih dan menghubungkan titik-titik panas spesies manusia purba ini. Jiaoyang Ruan, Peneliti Pascadoktoral di IBS Center for Climate Physics (ICCP), Korea Selatan, menjelaskan, “Sedikit yang diketahui tentang kapan, di mana, dan seberapa sering Neanderthal dan Denisovan kawin silang sepanjang sejarah mereka bersama."
"Oleh karena itu," ujarnya, "kami mencoba memahami potensi percampuran Neanderthal-Denisovan menggunakan model distribusi spesies yang menggabungkan data fosil, arkeologi, dan genetika yang ekstensif dengan simulasi Coupled General Circulation Model transien dari iklim dan bioma global.”
Para peneliti menemukan bahwa Neanderthal dan Denisovan memiliki preferensi lingkungan yang berbeda. Meskipun Denisovan jauh lebih beradaptasi dengan lingkungan yang lebih dingin, seperti hutan boreal dan wilayah tundra di timur laut Eurasia, sepupu Neanderthal mereka lebih menyukai hutan beriklim hangat dan padang rumput di barat daya.
Namun, pergeseran orbit bumi menyebabkan perubahan kondisi iklim dan pola vegetasi. Hal ini memicu migrasi kedua spesies hominin tersebut ke habitat yang secara geografis tumpang tindih, sehingga meningkatkan peluang kawin silang mereka.
Para peneliti selanjutnya menggunakan wawasan yang diperoleh dari analisis mereka untuk menentukan titik kontak antara Neanderthal dan Denisovan. Mereka mengidentifikasi Eurasia Tengah, Kaukasus, Tianshan, dan pegunungan Changbai sebagai kemungkinan titik panas kedua spesies manusia purba itu.
Identifikasi tumpang tindih habitat ini juga membantu para peneliti menempatkan ‘Denny’ dalam konteks iklim dan bahkan mengonfirmasi episode perkawinan silang genetik lainnya yang diketahui. Para peneliti juga mencatat bahwa Denisovan dan Neanderthal memiliki kemungkinan besar melakukan kontak di Siberian Altai selama sekitar ~340–290, ~240–190, dan ~130–80 ribu tahun yang lalu.
Untuk menjelaskan lebih lanjut faktor-faktor yang memicu ‘jungkat-jungkit kawin timur-barat’ ini, tim meneliti perubahan pola vegetasi di Eurasia selama 400 ribu tahun terakhir. Mereka mengamati bahwa peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer dan kondisi interglasial ringan menyebabkan perluasan hutan beriklim sedang ke arah timur hingga ke Eurasia tengah, dan penyebaran Neanderthal ke daratan Denisovan.
Sebaliknya, konsentrasi CO2 yang lebih rendah dan iklim glasial yang lebih keras berpotensi menyebabkan fragmentasi habitat mereka. Kondisi ini mengurangi interaksi dan perkawinan silang.
“Pergeseran zona yang dipicu oleh iklim di wilayah utama Denisovan dan Neanderthal yang tumpang tindih di Eurasia tengah, yang dapat dikaitkan dengan respons iklim dan vegetasi terhadap variasi masa lalu dalam CO2 di atmosfer dan volume lapisan es di belahan bumi utara, memengaruhi waktu dan intensitas potensi terjadinya perkawinan silang,” kata penulis senior Axel Timmermann, Direktur ICCP dan Profesor di Pusan National University, Korea Selatan.
Ringkasnya, penelitian ini menunjukkan bahwa peristiwa yang dimediasi iklim memainkan peran penting dalam memfasilitasi aliran gen di antara spesies manusia purba. Aliran gen ini yang kemudian meninggalkan kesan mendalam pada keturunan genom manusia modern.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR