Nationalgeographic.co.id—Upaya membatasi perubahan iklim, menurut perjanjian internasional, harus dilakukan dengan pengurangan karbon secara bertahap sampai dekade berikutnya. Rencananya, langkah kecil ini perlahan menjadi radikal untuk menghilangkan karbon dioksida yang ada di planet dari aktivitas manusia sebesar 1-30 gigaton per tahun pada 2050.
Pelbagai langkah pengurangan karbon diinovasikan lewat berbagai cara, di antaranya adalah menyimpan karbon di bawah tanah. Cara ini dituding secara efisien mempercepat pengurangan karbon dioksida.
Meski terlihat sebagai langkah yang luar biasa demi menyelamatkan peradaban manusia, sebuah studi terbaru justru menyingkap bahwa langkah penangkapan karbon untuk disimpan di bawah tanah bisa diandalkan untuk target 2050. Studi tersebut dipublikasikan di Nature Communication, 28 Agustus 2024, bertajuk "The feasibility of reaching gigatonne scale CO2 storage by mid-century".
Dengan teknologi sektor industri yang ada saat ini, para peneliti berpendapat, hanya ada 16 giga ton karbon dioksida yang bisa disimpan di bawah tanah setiap tahun. Memenuhi target 30 giga ton berarti diperlukan peningkatan besar dalam kapasitas penyimpanan dan skala yang tepat sebelum target.
Penelitian ini dipimpin Yuting Zhang dari Department of Earth Science and Engineering, Imperial College London, Inggris. Bersama tim, Zhang menunjukkan sebenarnya masih ada peluang untuk mengurangi emisi karbon dioksida dalam skala besar.
Akan tetapi, mencapai target itu membutuhkan kontribusi lebih besar dari wilayah-wilayah yang berbeda dari yang diproyeksikan, termasuk apa yang sebelumnya dilaporkan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC).
"Meskipun model penilaian terpadu [dari IPCC] memainkan peran penting dalam membantu para pembuat kebijakan iklim membuat keputusan, beberapa asumsi yang mereka buat terkait penyimpanan karbon dalam jumlah besar di bawah tanah tampak tidak realistis," terang Christoper Jackson, rekan penulis penelitian, dikutip dari Eurekalert.
Proyeksi dari laporan IPCC membutuhkan keterlibatan dari negara-negara Asia, seperti Tiongkok, Indonesia, dan Korea Selatan. Namun, pembangunan dari negara-negara ini masih rendah saat ini. Hal ini yang dalam analisis para peneliti sangat tidak realistis dalam penerapannya pada proyeksi besar.
Target Realistis Penangkapan Karbon
"Ada banyak faktor yang berperan dalam proyeksi ini (dari IPCC), termasuk kecepatan di mana waduk dapat diisi serta masalah geologis, geografis, ekonomi, teknologi dan politik lainnya," terang Zhang, penulis utama studi.
Zhang mengeklaim, model yang dibuatnya bertujuan membuat hasil yang lebih akurat untuk memenuhi ketidakpastian kapasitas penangkapan karbon, variasi kapasitas di pelbagai wilayah, dan keterbatasan pembangunan. Penelitian ini dimaksudkan sebagai pertimbangan pembuat kebijakan di tingkat internasional yang sangat dibutuhkan kontribusinya.
Baca Juga: Mungkinkah Paris 2024 akan Menjadi Olimpiade Paling Ramah Lingkungan?
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR