Nationalgeographic.co.id—Pada zaman modern, saat kita mendengar nama Hermione, kita mungkin akan teringat pada Hermione Granger, penyihir dari serial buku populer karya J.K. Rowling, Harry Potter.
Nama Hermione juga muncul sebagai karakter dalam drama Shakespeare, The Winter’s Tale. Namun, hanya sedikit orang yang menyadari bahwa Hermione juga muncul dalam puisi epik karya Homer, The Odyssey.
Tidak hanya itu, ternyata nama Hermione juga muncul dalam beberapa karya Euripides, dan memiliki arti penting dalam mitologi Yunani kuno.
Namun demikian, pertama-tama, mari kita mulai dengan melihat nama Hermione dari sudut pandang etimologis.
Nama tersebut berasal dari Yunani kuno sebagai bentuk feminin dari Hermes, utusan para dewa dan pemandu jiwa. Dalam bahasa Yunani, nama tersebut diucapkan Ermióni.
Munculnya Hermione dalam The Odyssey
Nama Hermione pertama kali muncul dalam mitologi Yunani dalam epik karya Homer, The Odyssey.
Homer mengidentifikasi Hermione sebagai putri tunggal Menelaus, raja Sparta, dan Helen dari Troy.
Helen, yang dikenal sebagai wanita tercantik di dunia, sering dianggap sebagai alasan terjadinya Perang Troya, karena pangeran Troya, Paris, merayunya.
Helen dibujuk untuk meninggalkan suami dan putrinya untuk berlayar bersamanya ke Troya.
Namun, dalam The Odyssey, Hermione sebenarnya hanya disebutkan secara singkat. Meskipun karakternya memperoleh makna yang lebih besar dalam karya-karya selanjutnya.
Baca Juga: 7 Fakta Mitologi Yunani yang Sering Menyimpang dan Salah Dipahami
Homer menulis:
“… karena para dewa tidak pernah memberikan Helen seorang anak untuk dibawa ke dunia yang cerah setelah Hermione yang pertama, yang berbibir merah muda, seorang gadis seperti dewi emas pucat Aphrodite.”
Maka, setelah Helen pergi bersama Paris dan mencuri sebagian harta karun Spartan juga, Menelaus menjadi marah.
Ia akhirnya mengejarnya, ia bergabung dalam perang dengan tekadnya untuk mendapatkan kembali Helen.
Hermione yang berusia sembilan tahun ditinggalkan di Sparta. Di sana ia menghabiskan sepuluh tahun berikutnya hingga berakhirnya Perang Troya dan dibesarkan oleh bibinya, Clytemnestra.
Meskipun dalam The Odyssey, Hermione tampak sebagai karakter yang kurang penting dalam skema besar.
Pada karya-karya selanjutnya, seperti Andromache dan Orestes karya Euripides, Hermione diungkap secara signifikan mitologisnya.
Signifikansi Hermione dalam karya-karya Yunani kuno karya Euripides
Dalam Andromache karya Euripides, yang berlatar setelah Perang Troya, kisah Hermione yang mendebarkan akhirnya diceritakan.
Diceritakan bahwa ayahnya, Menelaus berperang untuk Yunani di bawah komando saudaranya Agamemnon.
Baca Juga: Prometheus si Penipu Jenaka Tapi Kurang Ajar dalam Mitologi Yunani
Menelaus menjanjikannya untuk dinikahkan dengan putra Achilles, Neoptolemus, setelah kemenangan mereka.
Namun, masalah pernikahan Hermione lebih rumit dari itu.
Menurut penulis tragedi Yunani kuno itu, pertunangannya telah dijanjikan kepada sepupunya Orestes, putra Clytemnestra dan Agamemnon, sebelum perang. Hubungan ini diatur oleh kakek Hermione, Tyndareus.
Namun demikian, jatuhnya Troya membuat Orestes berada dalam kondisi mental yang rapuh. Bahkan ia diyakini gila dan dikejar oleh Erinyes, dewi pembalasan dendam.
Ia diburu karena telah membunuh ibunya dan kekasihnya, Aegisthus.
Oleh karena itu, ia tidak dapat menentang keputusan Menelaus untuk memberikan Hermione kepada Neoptolemus, yang kemudian membawa Hermione bersamanya ke kerajaannya di Epirus.
Pentingnya karakter Hermione sebagai ratu Epirus dan selanjutnya
Sebagai ratu Epirus, Hermione dikenal sosok atau karakter dengan kecemburuannya yang membara.
Ia melihat persaingan dalam diri Andromache, tawanan Neoptolemus dan mantan putri Troya. Andromache mampu memberi anak, sementara Hermione tetap tidak memiliki anak.
Hermione dilanda kecemburuan dan ia percaya bahwa Andromache telah mengutuknya agar mandul. Hermione bahkan akhirnya berencana untuk membunuh Andromache dan putranya, Molossus.
Namun, rencananya akhirnya gagal karena campur tangan Peleus.
Seiring berjalannya waktu, ketakutan Hermione terhadap suaminya terus tumbuh setelah rencananya yang gagal.
Untungnya, beberapa waktu kemudian, Orestes tiba di Epirus seperti Deus ex machina untuk membawanya pergi saat Neoptolemus tidak ada.
Ia mengklaim bahwa, berdasarkan sumpah kakeknya, Tyndareus, Hermione adalah miliknya sejak awal dan ia setuju untuk melarikan diri dari Epirus bersamanya.
Kemudian, di bawah arahan Orestes, Neoptolemus terbunuh dalam pertempuran di luar Kuil Delphi. Persitiwa itu memungkinkan Orestes akhirnya menikahi Hermione.
Ia kemudian memiliki seorang putra, Tisamenus, bersamanya. Akhirnya, Hermione mampu mencapai akhir bahagia yang tidak pernah ia dapatkan sebagai ratu Epirus.
Sebagai tokoh mitologi, signifikansi Hermione terletak pada bagaimana ia mewakili dampak Perang Troya yang bertahan lama pada generasi berikutnya.
Kehidupannya, yang ditandai oleh pilihan ibunya untuk melarikan diri bersama Paris, menyebabkan pernikahan yang tidak diinginkan dan beban untuk berbagi suaminya dengan wanita lain.
Pada akhirnya, tindakannya berasal dari kecemburuan sekaligus ketakutan. Tindakannya juga mencerminkan perjuangan berat yang dihadapi wanita dalam masyarakat patriarki.
Sementara di balik semua itu, Hermione muncul sebagai sosok pantang menyerah yang membentuk takdirnya sendiri.
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR