Mereka selalu melihat saya sebagai orang biasa tak berbakat tak berguna
非我之庸才也 。Fēi wǒ zhī yōngcái yě.
Sejatinya saya bukan orang biasa.
时不来金沉海底 。Shí bù lái jīn chén hǎidǐ.
Tapi sayang, waktunya belum tiba karena emas telah lebih dulu jatuh ke dasar lautan.
运未到玉碎尘埃。Yùn wèi dào yùsuì chén'āi.
Nasib baik pun belum tiba karena giok sudah pecah berkeping-keping menjadi debu.
Makna yang terkandung dalam puisi kedua berisi tentang kisah sesorang yang selalu merendah, menyimpan kisah suksesnya, menyembunyikan kemampuannya ketika masyarakat lingkungannya memandangnya sebagai orang biasa, tidak berprestasi maupun tidak berguna.
Curahan hati mendalam dengan senyuman satir seolah sepadan tampak senada dengan peribahasa ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk, semakin berilmu semakin merunduk.
Kedua prasasti puisi beraksara Han ini perlu dikaji lebih lanjut mengenai fungsinya hingga konteksnya dengan keberadaan masyarakat Tionghoa di Lasem yang kemungkinan telah bermukim di kota bandar dagang masa Jalur Maritim Kuno era Majapahit maupun masa Jalur Rempah.
Keduanya unik karena prasasti semacam ini jarang ditemukan di Indonesia. Oleh karenanya ia menjadi prasasti langka yang layak dilestarikan.
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | Agni Malagina |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR