Nationalgeographic.co.id—Pada awal 1514, sekelompok orang yang bersemangat berkumpul di kota kecil Tarquinia di Italia tengah. Dulunya, kota ini merupakan bagian dari Etruria yang kuat. Orang-orang tersebut menyerbu penginapan lokal di kota.
Mereka yang tidak dapat menemukan tempat di dalam memanjat ke atap atau bertengger di atas bangunan-bangunan di sekitarnya. Mereka semua sangat ingin melihat sesuatu yang istimewa, sesuatu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. “Sesuatu yang istimewa” itu terpaksa menghabiskan malam di udara terbuka piazza.
Rupanya, orang-orang berdatangan untuk melihat Hanno, gajah yang berparade menuju Roma. Hanno merupakan hadiah untuk Paus Leo X.
“Kedatangan Hanno ke Roma disambut oleh kerumunan besar dan perhatian yang luar biasa,” tulis Devon Field di laman Atlas Obscura. Didorong oleh keserakahan manusia akan gengsi dan hiburan, perjalanan itu mengorbankan kesejahteraan Hanno. Ironisnya, gajah-gajah masih merasakan penderitaan yang sama hingga kini.
Perjalanan Hanno dimulai di India barat daya, di Kota Kochi yang dikuasai Portugis.
Di bawah Raja Manuel I, pedagang dan komandan Portugis membawa beragam flora dan fauna eksotis kembali ke Eropa. Burung beo, monyet, badak, dan kucing besar dari Amerika Selatan, Afrika, dan Asia dilirik di istana-istana Eropa. Namun dari semua yang datang, gajah adalah bintang utamanya.
“Gajah adalah hadiah utama yang bisa diharapkan oleh penguasa Eropa Barat,” kata sejarawan Annemarie Jordan Gschwend, penulis The Story of Suleyman: Celebrity Elephants and Other Exotica in Renaissance Portugal.
Hanno kemungkinan lahir sekitar tahun 1510 di India. Sejak kedatangan penjelajah Vasco da Gama pada 1498, Portugal terus memperluas wilayah kekuasaannya di India. Mereka membangun benteng di Kochi, menaklukkan Goa, dan membangun lebih banyak wilayah Asia Tenggara. Misalnya di Malaka di Malaysia modern.
Menurut Silvio Bedini, penulis The Pope’s Elephant, pawang gajah India mungkin membesarkan Hanno di penangkaran. Ia melatihnya untuk mengikuti berbagai perintah. Ketika Hanno masih sangat muda, Raja Portugal Manuel I membeli gajah itu sebagai hadiah untuk Paus Leo X.
Pada awal tahun 1511, Hanno, ditemani pawang gajahnya, dimuat ke sebuah kapal di pelabuhan Kochi yang ramai. Mereka meninggalkan kampung halamannya di India selatan untuk selamanya.
Selama sekitar 6 bulan, Hanno bertahan dari terik matahari dan hujan di dek kapal yang terbuka. Ia berlayar di sekitar Tanjung Harapan dan ke utara menuju Lisbon. Tergesek minyak pada udara asin dan diikat ke tiang kapal saat cuaca buruk, Hanno jauh dari kenyamanan habitat aslinya. Ia pun tidak mendapatkan suasana tenang seperti di habitatnya.
Baca Juga: Mengapa Paus Fransiskus Menciptakan Hari Orang Miskin Sedunia?
Source | : | Atlas Obscura |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR