Nationalgeographic.co.id—Dalam beberapa tahun terakhir, minat masyarakat Indonesia terhadap aktivitas pendakian gunung semakin meningkat pesat.
Fenomena ini membawa dampak positif bagi pemberdayaan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah.
Namun, di balik pesatnya perkembangan ini, terdapat ancaman serius yang mengintai, yaitu tingginya angka kecelakaan dan kematian para pendaki.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dokter Pendaki, sebuah platform edukasi yang digagas oleh dr. Reyner Valiant Tumbelaka, menginisiasi penyelenggaraan Indonesia Mountain Medicine Summit (IMMS) sejak tahun 2023.
IMMS, yang pertama kali digelar di Surabaya, merupakan seminar kedokteran dan keselamatan pendakian pertama di Indonesia. Acara ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat luas, khususnya para pendaki, tentang pentingnya keselamatan dalam aktivitas pendakian gunung.
Pada tahun 2024, IMMS digelar di Hotel Ibis Styles Sunter, Jakarta dengan menghadirkan para ahli di bidang kesehatan dan pendakian gunung.
Acara yang berlangsung secara hybrid ini berhasil menyatukan 150 peserta luring dan lebih dari 100 peserta daring, menciptakan sebuah komunitas yang beragam dan dinamis.
Para peserta, yang memiliki rentang usia dari 15 hingga 72 tahun, berasal dari berbagai latar belakang mulai dari dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan, pelajar, mahasiswa, dosen, hingga organisasi pencinta alam.
Dalam sambutannya, dr. Reyner selaku Founder Dokter Pendaki berharap siapa saja yang datang ke IMMS 2024 memiliki satu visi yang sama terhadap wisata luar ruang yang lebih aman dan nyaman untuk kita semua.
"Kiranya IMMS ini tetap menjadi jembatan besar bagi profesional medis, praktisi, dan awam yang memiliki satu kesemangatan pada dunia petualangan dan kegiatan luar ruang," ujar Reyner.
Sementara itu, Ketua Umum IDI dr. Mohammad Adib Khumaidi, Sp. OT berharap IMMS dapat menjadi sarana untuk mengedukasi masyarakat, khususnya mereka yang memiliki peminatan mendaki gunung.
Baca Juga: Jejak Langkah di Lombok: Pendakian Gunung Tambora dan Pesona Wisata Alam
Dalam sambutan yang disampaikan secara daring tersebut, Dokter Adib juga berharap forum ini tidak hanya untuk meng-update knowledge, "tapi juga mampu memberikan rekomendasi kepada organisasi, kelompok profesi, tenaga medis, dan juga kepada pemerintah."
Sementara itu, melalui sambutan yang disampaikan secara daring, Direktur Wisata Minat Khusus Kementerian Pariwisata Itok Parikesit memberikan ucapan selamat sekaligus mengapresiasi atas terselenggaranya IMMS 2024.
Untuk itulah, IMMS 2024 diakhiri melalui sebuah penguatan komitmen dari para peserta untuk membangun “Indonesia Wilderness Medicine Society”. Sebuah wadah yang akan memfasilitasi kolaborasi berkelanjutan dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan, keamanan, dan kenyamanan dalam aktivitas wisata pendakian gunung.
Dari lokakarya hingga simposium
IMMS 2024 terbagi menjadi dua sesi utama: Workshop Wilderness Medicine in Practice (23 November 2024) serta Simposium Safe Mountaineering for all (24 November 2024).
Pada sesi workshop, peserta diajak untuk mempraktikkan langsung berbagai keterampilan pertolongan pertama dan penanganan darurat yang krusial dalam kondisi alam bebas. Beberapa topik yang dibahas antara lain:
* Pertolongan Pertama Perawatan Luka dan Patah Tulang: Bersama dr. Agung Malindo, peserta mempelajari cara merawat luka dan menangani patah tulang dengan benar di medan yang sulit.
* Navigasi Darat Tingkat Dasar: Galih Donikara memberikan pemahaman mendasar tentang navigasi darat, yang sangat penting untuk menghindari tersesat saat mendaki.
* Bantuan Hidup Dasar: Di bawah bimbingan dr. Reyner, peserta dilatih untuk memberikan bantuan hidup dasar kepada korban yang mengalami henti jantung atau pernapasan.
* Trauma Lingkungan: dr. Ratih C. Sari membahas berbagai jenis trauma yang dapat terjadi di alam bebas, seperti hipotermia, hipertermia, dan gigitan hewan berbisa.
Baca Juga: Mengapa Mendaki Gunung Sangat Bermanfaat bagi Tubuh dan Otak Kita?
* Transportasi dan Evakuasi Korban di Alam Bebas: Rusmadi dari Basarnas berbagi pengalaman dan teknik dalam melakukan transportasi dan evakuasi korban dari medan yang sulit.
Sementara pada sesi simposium dihadirkan para pembicara dari berbagai latar belakang untuk membahas topik-topik yang lebih luas terkait keselamatan pendakian. Beberapa topik yang dibahas antara lain:
* High Altitude Medicine: dr. Candra Sembiring menjelaskan tentang penyakit ketinggian dan cara mencegah serta mengatasinya.
* Performance Optimalization Through Sport Medicine: dr. Sophia Hage berbagi tips dan trik untuk menjaga kebugaran tubuh dan meningkatkan performa saat mendaki.
* Pertolongan Hidup di Alam Bebas: dr. Ratih C. Sari memberikan rekomendasi mengenai pemilihan perlengkapan pendakian yang sesuai dengan kondisi medan dan cuaca.
* Pertolongan Hidup di Alam Bebas: dr. Putro Setyobudyo Muhammad membahas berbagai teknik pertolongan hidup yang dapat dilakukan di alam bebas.
* Envenomasi di Alam Bebas: dr. Tri Maharani menjelaskan tentang berbagai jenis hewan berbisa yang dapat ditemui di alam bebas dan cara penanganannya.
* Sharing session: Fandi Achmad, Furky Syahroni, dan Putri Handayani berbagi pengalaman dan kisah inspiratif mereka dalam berpetualang di alam bebas.
* Wilderness Medicine Society in Indonesia: dr. Reyner dan dr. Martin membahas perkembangan komunitas kedokteran alam liar di Indonesia.
KOMENTAR