Nationalgeographic.co.id—Usia perjalanan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) telah memasuki angka 10 tahun pada 2024 ini. Selama perjalanan tersebut, YKAN bersama para mitra telah menjadi katalisator perubahan untuk melindungi alam dan melestarikan kehidupan di beberapa wilayah di Indonesia.
Merayakan satu dekade penuh dedikasi dalam konservasi, YKAN mengadakan perayaan ulang tahun ke-10 dengan mengusung tema ‘Together, We Find a Way.’
Sejak berdiri pada 2014, YKAN terus berkomitmen memberikan kontribusi signifikan dalam melindungi alam dan keanekaragaman hayati dan menyejahterakan masyarakat. Hasil yang dicapai merupakan buah kolaborasi YKAN dengan pemerintah Indonesia dan berbagai lembaga penelitian, organisasi nonpemerintah, masyarakat, hingga sektor swasta.
YKAN secara aktif melakukan implementasi program konservasi alam berbasis ilmiah dan nonkonfrontatif di 14 provinsi. Program tersebut mencakup perlindungan ekosistem daratan dan lautan yang merupakan penyangga kehidupan.
Salah satu kolaborasi dalam kerja konservasi dilakukan YKAN bersama dengan pemerintah melalui Kementerian Kehutanan RI. Sekretaris Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan RI, Ammy Nurwati, mengapreasiasi keberadaan organisasi pemerhati lingkungan di luar pemerintah seperti YKAN.
“Tantangan ke depan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati sangat besar, beragam dan kompleks. Pemerintah tidak bisa mengatasi tantangan tersebut sendirian. Kami membutuhkan peran aktif dari swasta, akademisi dan masyarakat, termasuk peran lembaga swadaya masyarakat, seperti YKAN,” ujar Ammy di Jakarta (4/12/2024), seperti dikutip dari keterangan tertulis YKAN.
Menurut Ammy, pelestarian keanekaragaman hayati telah menjadi perhatian utama pemerintah, tercermin dalam ratifikasi berbagai perjanjian internasional seperti Convention on Biodiversity (CBD), World Heritage Convention (WHC) dan lainnya. Namun, tantangan seperti pencemaran, perambahan, perburuan ilegal, serta aktivitas ilegal seperti penebangan, penangkapan ikan, dan penambangan menjadi ancaman serius.
Ia juga menambahkan, keberadaan 6.000 desa di sekitar kawasan konservasi menjadi tantangan tersendiri, terutama terkait kesejahteraan masyarakat. Sampah laut berdampak pada ekosistem pesisir, termasuk mangrove, lamun, dan terumbu karang. Kehilangan biodiversitas akibat perambahan, perburuan, dan aktivitas ilegal lainnya juga terus meningkat.
"Kita perlu melibatkan masyarakat untuk mengatasi hal ini. Jika masyarakat mendapatkan manfaat ekonomi, mereka cenderung menjaga kawasan tersebut,” kata Ammy.
Pemberdayaan masyarakat lokal dan adat dalam melestarikan alam dilakukan YKAN di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Sejak tahun 2019, YKAN mendukung Pemerintah Kabupaten Berau bersama Yayasan Darma Bhakti Berau Coal dan UGM dalam melaksanakan Program SIGAP SEJAHTERA.
Baca Juga: Satu Dekade YKAN Bantu Kelola Sumber Daya Pesisir dan Laut Indonesia
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR