Angka ini setara dengan total emisi karbon tahunan negara seperti Yunani pada tahun 2023, yaitu 51,67 juta metrik ton CO2e.
Sekadar informasi, menurut laporan lembaga think tank Energy Institute, emisi dari sektor energi di Indonesia pada 2023 lalu mencapai 701,4 juta ton karbon dioksida.
Perlu diingat bahwa perhitungan ini hanya mencakup emisi yang dihasilkan dari pusat data TikTok dan belum memperhitungkan sumber emisi lainnya, seperti energi yang digunakan di kantor-kantor TikTok di seluruh dunia serta perjalanan yang dilakukan oleh karyawan.
Dengan demikian, perkiraan di atas kemungkinan masih tergolong rendah.
Selain itu, sebuah analisis yang dilakukan oleh Greenly mengungkapkan bahwa pengguna TikTok memiliki emisi karbon per menit tertinggi kedua di antara pengguna media sosial populer lainnya, tepat setelah YouTube.
Rata-rata, setiap menit yang dihabiskan di TikTok akan menghasilkan emisi sebesar 2,921 gram CO2e, sedikit di bawah YouTube yang menghasilkan 2,923 gram CO2e per menit. Sebagai perbandingan, Instagram menghasilkan emisi sebesar 2,912 gram CO2e per menit.
Meskipun perbedaannya mungkin tampak kecil, namun jumlah konten yang sangat banyak di TikTok, serta durasi penggunaan aplikasi yang lebih lama, menyebabkan pengguna TikTok menghasilkan emisi tahunan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengguna platform media sosial lainnya.
Analisis Greenly memperkirakan bahwa rata-rata pengguna TikTok akan menghasilkan emisi sebesar 48,49 kilogram CO2e per tahun melalui penggunaan aplikasi ini. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan YouTube (40,17 kg CO2e) dan Instagram (32,52 kg CO2e).
Analisis terbaru dari Badan Perlindungan Lingkungan mengungkap bahwa mengakses TikTok selama satu menit setara dengan mengemudikan mobil bensin sejauh 123 mil, sementara YouTube dan Instagram masing-masing berkontribusi sebesar 102 mil dan 82,8 mil.
Bagaimana bisa penggunaan media sosial menghasilkan emisi sebesar itu? Jawabannya terletak pada pusat data yang menjadi tulang punggung operasional platform-platform tersebut
Pusat data ini mengkonsumsi energi listrik dalam jumlah besar untuk menjalankan server-server yang memproses data pengguna. Sekitar 99% dari jejak karbon yang dihasilkan oleh media sosial berasal dari operasi pusat data ini.
Selain itu, pengisian daya perangkat pengguna setelah aktivitas di media sosial juga turut menyumbang emisi, meskipun dalam skala yang lebih kecil.
Dari ketiga platform yang diteliti, TikTok tercatat memiliki data emisi yang paling tidak transparan.
Raksasa teknologi seperti Meta (induk perusahaan Facebook dan Instagram) dan Google secara rutin merilis laporan terperinci mengenai jejak karbon mereka kepada Carbon Disclosure Project, bahkan mempublikasikan temuan tersebut di situs web resmi mereka.
Sayangnya, TikTok belum menyediakan data emisi yang komprehensif dan dapat diakses oleh publik.
KOMENTAR