Nationalgeographic.co.id—Kapan seorang politikus melewati batas antara menerima hadiah dari seorang teman dan menerima suap? Itulah pertanyaan yang menjadi perhatian orang di berbagai negara saat ini.
Dan seperti yang ditulis oleh ilmuwan politik Lisa Hill, hal itu juga menjadi masalah besar bagi orang-orang di Yunani kuno dan Romawi kuno. Seperti apa praktik suap dalam politik di Yunani kuno dan Romawi kuno?
Hill menulis bahwa kedua masyarakat tersebut memiliki pemerintahan yang rentan terhadap korupsi. Mereka memiliki birokrasi yang besar dan banyak pejabat publik yang tidak dibayar atau dibayar dengan rendah.
Dalam banyak kasus, legislator, hakim, dan birokrat juga memiliki pengeluaran besar. Misalnya, mereka harus menyelenggarakan makan malam. Juga menggaji orang lain untuk menjalankan pertanian atau bisnis mereka saat mereka menjalankan tugas publik.
“Batasan antara suap dan pemberian hadiah sering kali tidak jelas,” ungkap Hill. Bagi orang Athena khususnya, memberi dan menerima hadiah merupakan bagian penting dari masyarakat yang beradab.
Hal ini juga menjadi cara penting untuk mempererat ikatan sosial. Secara praktis, suap sering kali diperlukan untuk menyelesaikan sesuatu, termasuk dalam urusan internasional.
Suap dapat menimbulkan aliansi atau meyakinkan para pemimpin militer untuk mengakui kekalahan. Bahkan peramal Delphi dapat disuap. Dan, tentu saja, persembahan kepada para dewa adalah metode paralel untuk mendapatkan dukungan.
Namun, tulis Hill, jika suap tersebar luas, itu tidak berarti hal itu dianggap dapat diterima. Plato menuduh beberapa pejabat sebagai penerima suap dan pencinta uang.
Aristoteles menyerukan sistem politik di mana para hakim tidak mungkin menghasilkan uang. Ia mengusulkan sistem transparansi keuangan pemerintah.
Dan ini bukan sekadar retorika idealis. Menurut orator Demosthenes, seseorang yang memberi atau menerima suap yang merugikan individu atau masyarakat luas dapat dihukum. Hukumannya adalah dengan menyita hartanya dan mencabut hak pilihnya dari dirinya dan anak-anaknya.
Menurut salah satu perkiraan, antara tahun 430 dan 322 SM, 6 hingga 10 persen pejabat publik utama Athena diadili karena suap. Dan sekitar setengahnya dihukum.
Baca Juga: 7 Presiden Paling Korup dalam Sejarah Dunia, yang Teratas dari Indonesia
Source | : | JSTOR Daily |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR