Nationalgeographic.co.id—Presiden Prabowo Subianto menyebut Indonesia perlu memperluas lahan perkebunan kelapa sawit tanpa perlu takut hutan Indonesia mengalami deforestasi. "Saya kira ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit. Enggak usah takut," ujar Prabowo.
"Apa itu katanya membahayakan, deforestation. Namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan?" lanjut Prabowo dalam pidatonya di acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) pada 30 Desember lalu.
Pidato Prabowo ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat Indonesia. Para pegiat lingkungan dan konservasionis, terutama, meradang. Mereka angkat bicara agar masyarakat Indonesia maupun para pemimpinnya punya wawasan dan tingkat literasi lingkungan yang lebih baik lagi ke depannya.
Dalam isi pidatonya, Prabowo seolah menyamakan lahan sawit seperti hutan dan menyamakan kelapa sawit dengan pohon lainnya di hutan. Mengapa ini adalah pernyataan yang salah? Dan mengapa pohon kelapa sawit sebanyak apa pun tak bisa dianggap sebagai hutan?
Wong Ee Lynn pernah menjelaskan dalam sebuah tulisan di Malaysiakini bahwa perkebunan kelapa sawit tidak dapat tergolong dalam kategori hutan rimba, atau lebih tepatnya hutan, karena perkebunan tersebut terdiri dari tanaman monokultur. Artinya lahan kelapa sawit itu hanya terdiri atas satu jenis tanaman yang jumlahnya banyak di suatu area pada waktu yang sama.
"Ekosistem hutan yang beragam menyediakan keseimbangan alami untuk menjaga kesehatan tanah dan tanaman," tulis Lynn. "Sebaliknya, perkebunan monokultur harus menggunakan herbisida, insektisida, bakterisida, dan pupuk sintetis dalam jumlah besar untuk meniru beberapa cara alam melindungi tanaman."
Seiring berjalannya waktu, hama, gulma, dan jamur berevolusi menjadi kebal terhadap bahan kimia, dan petani akhirnya menggunakan semakin banyak bahan kimia pada tanaman monokultur, dan hal ini pada gilirannya berdampak buruk pada ekosistem alami dan kesehatan manusia.
Di perkebunan monokultur, tidak ada varietas tanaman yang secara alami menyediakan nutrisi bagi tanah, seperti legum pengikat nitrogen, atau tanaman penutup tanah yang meningkatkan kandungan nutrisi lapisan atas tanah, atau berbagai tanaman dengan kedalaman akar yang berbeda untuk mengurangi erosi.
Di lahan sawit ini jelas jumlah spesies mikroorganisme dan bakteri menguntungkan di dalam tanahnya lebih sedikit. Selain itu, tidak ada berbagai spesies serangga untuk memastikan bahwa satu populasi tidak tumbuh terlalu besar dan merusak terlalu banyak tanaman.
Pembukaan lahan kelapa sawit jelas merupakan bentuk deforestasi terhadap hutan-hutan alam. "Perkebunan merupakan ancaman langsung bagi hutan," tegas Lynn.
Baca Juga: Benarkah Kelapa Sawit Bisa Gantikan Fungsi Pohon yang Ditebang di Hutan?
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR