Namun, hilangnya kepadatan tulang tersebut terjadi pada tingkat yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tikus yang berada di lingkungan gravitasi mikro.
Untuk memperhitungkan tekanan peluncuran roket, tikus-tikus yang dibawa ke luar angkasa juga diberi simulasi penerbangan.
Para peneliti menjelaskan, "Jika radiasi ruang angkasa di orbit Bumi rendah atau faktor sistemik lainnya menjadi penyebab utama hilangnya tulang selama penerbangan ruang angkasa, kita akan menduga adanya perubahan sistemik pada sistem kerangka."
Jika kehilangan kepadatan tulang disebabkan oleh radiasi pengion, misalnya, para peneliti berharap untuk melihat bagian luar tulang yang padat yang cukup melindungi rongga sumsum bagian dalam. Namun, tampaknya hal itu tidak terjadi. Kerusakan terjadi dari dalam ke luar pada tikus.
Misalnya saja, leher tulang paha yang memiliki lapisan tulang luar yang cukup banyak, namun menunjukkan hilangnya sumsum tulang bagian dalam yang bersifat spons secara signifikan ketika terpapar gayaberat mikro selama 37 hari.
Penulis studi yang dipimpin oleh ahli bioteknologi Rukmani Cahill mengatakan bahwa setelah sekian lama berada di orbit Bumi rendah, tikus di ISS hanya terpapar dosis radiasi harian yang kecil.
Dalam studi simulasi yang menunjukkan radiasi dapat memicu pengeroposan tulang, dosisnya jauh lebih tinggi, setara dengan sekitar 13 tahun hidup di ISS.
Namun, dalam waktu kurang dari setengah tahun di orbit rendah, astronaut dapat mengalami kehilangan kepadatan tulang selama puluhan tahun, yang mungkin tidak akan pernah pulih sepenuhnya.
Setiap bulan, rata-rata, manusia yang pergi ke luar angkasa kehilangan 1 persen atau lebih kepadatan tulang mereka, sekitar 10 kali lipat tingkat osteoporosis di Bumi. Penurunan ini sangat meningkatkan risiko patah tulang pada tulang panjang seperti tulang paha.
Tidak seperti astronaut, tikus yang diuji dalam penelitian saat ini masih muda dan berada pada tahap akhir pematangan kerangka.
Dalam gravitasi mikro, tulang paha mereka, yang seharusnya terus tumbuh selama beberapa waktu, menunjukkan tanda-tanda pengerasan dini, mengubah tulang rawan menjadi tulang lebih awal dari biasanya. Hal ini mungkin dapat membatasi pertumbuhan tulang, menghambat perkembangan.
Baca Juga: Selidik Ilmiah: Apa yang Mungkin Terjadi bila Gunung Fuji Meletus?
Studi ini dilakukan untuk mengeksplorasi cara melindungi kesehatan astronaut selama perjalanan antariksa.
Jika hipotesis mereka tentang kepadatan tulang benar, ini menunjukkan bahwa taktik seperti diet mungkin tidak meningkatkan kesehatan tulang astronaut.
Namun, treadmill dengan sabuk pengaman yang menahan pengguna di tanah atau perangkat yang meniru angkat beban di luar angkasa mungkin terbukti lebih efektif.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR