Nationalgeographic.co.id—Saat melihat langit, tentu kita akan melihat awan dengan bermacam bentuknya. Ada yang tampak seperti kapas, ada yang tampak seperti bulu dan lainnya. Lantas, apa yang membuat bentuk awan-awan tersebut berbeda-beda?
Ada beberapa faktor yang memengaruhi bentuk awan dan kita akan mengetahuinya dengan penjelasan sains berikut ini.
Kita tentu ingat proses terbentuknya awan. Saat udara naik dan mendingin, uap air yang dikandungnya mengembun menjadi tetesan air kecil atau kristal es. Jika cukup banyak partikel ini berkumpul bersama, terbentuklah awan yang dapat kita lihat.
Para ilmuwan biasanya mengklasifikasikan awan menjadi sepuluh jenis utama, berdasarkan bentuk dan seberapa tinggi awan tersebut muncul di langit. Misalnya saja, ada awan cumulus yang berbentuk menyerupai bola kapas, sementara awan stratus membentang seperti selimut dan awan cirrus tampak seperti bulu.
Bentuk awan berbeda-beda
Jarak awan dari Bumi memiliki pengaruh besar pada tampilannya. Suhu udara menurun seiring ketinggian, sehingga awan yang terbentuk lebih dekat ke permukaan Bumi sebagian besar terbuat dari tetesan air, sedangkan awan yang berada lebih tinggi cenderung tersusun atas kristal es.
Awan pada ketinggian menengah sering kali mengandung campuran keduanya. Perbedaan komposisi ini memengaruhi bentuk awan. Awan berbasis air, seperti cumulus, memiliki tepi yang tajam dan tampilan yang solid, sedangkan awan es, seperti cirrus, biasanya lebih transparan dan menyebar.
Selain itu, pergerakan udara juga memengaruhi bentuk awan. Saat udara hangat dan lembap naik—proses yang dikenal sebagai konveksi—udara mendingin dan mengembun, membentuk awan.
Namun, ada hal menarik yang terjadi dalam proses tersebut: saat uap air mengembun, ia melepaskan panas, yang menghangatkan udara di sekitarnya. Udara yang lebih hangat menjadi kurang padat daripada udara dingin di sekitarnya, sehingga membuatnya lebih mudah mengapung. Kenaikan daya apung ini menyebabkan kantong udara naik lebih cepat lagi.
"Arus naik ini terkait dengan gelombang besar, sehingga menghasilkan awan cumulonimbus yang banyak kita bayangkan saat membayangkan awan," kata Bjorn Stevens, seorang ilmuwan iklim dan direktur pelaksana Institut Meteorologi Max Planck di Hamburg, Jerman.
Jika udara di dekat permukaan Bumi hangat dan lembap, tetapi jauh lebih dingin di ketinggian, awan cumulus yang biasanya muncul saat cuaca cerah bisa dengan cepat tumbuh menjadi awan cumulonimbus yang menjulang tinggi—jenis awan yang membawa badai petir.
Baca Juga: Bagaimana Mikroplastik Bisa Masuk ke Awan dan Memengaruhi Cuaca?
Source | : | Popular Science |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR