Nationalgeographic.co.id—Koala, hewan marsupial yang dikenal sebagai ikon Australia, kini menghadapi tantangan besar. Hilangnya habitat, penyakit, dan tabrakan kendaraan memaksa mereka untuk hidup dalam kelompok kecil yang terisolasi.
Kondisi tersebut mengancam keberlangsungan koala, terutama karena minimnya keanekaragaman genetik akibat inbreeding. Di sinilah ilmu genetika memainkan peran penting.
Sebuah proyek yang diprakarsai oleh University of Queensland (UQ) telah mengembangkan alat baru untuk standarisasi pengujian genetik pada populasi koala, yang memberikan kontribusi besar bagi upaya pelestarian spesies ini.
Peneliti Lyndal Hulse dari School of the Environment, UQ, mengatakan bahwa panel penanda genetik koala yang telah distandardisasi ini menyediakan metode yang konsisten bagi para peneliti di seluruh negeri untuk merekam dan membagikan variasi genetik koala. Dengan demikian, kolaborasi dan integrasi data dari berbagai studi dapat ditingkatkan.
“Koala liar menghadapi tekanan yang semakin besar akibat kehilangan habitat, penyakit, dan kecelakaan lalu lintas, yang memaksa mereka hidup dalam kelompok yang lebih kecil dan terisolasi, serta membatasi peluang mereka untuk berkembang biak di luar kelompoknya,” ujar Hulse, seperti dikutip dari laman Phys.org.
Ia menambahkan bahwa inbreeding dalam populasi bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mereka. Dengan adanya panel genetik yang terstandarisasi, peneliti, konservasionis, dan lembaga pemerintah, kita dapat memahami keberagaman genetik koala dengan lebih baik.
Adanya kolaborasi memungkinkan kerja sama lebih luas untuk menjamin kelangsungan hidup mereka.
Saurabh Shrivastava, Manajer Senior dari Australian Genome Research Facility (AGRF Ltd), menjelaskan bahwa alat baru ini berupa panel SNP (single nucleotide polymorphism). Alat ini bekerja dengan memanfaatkan teknologi sekuensing generasi terbaru.
“Koala SNP-array ini dapat digunakan dengan sampel DNA berkualitas baik, sehingga cocok untuk pemantauan berskala besar terhadap populasi koala liar,” ujar Shrivastava, yang merupakan mitra dalam proyek ini.
“Yang paling penting, alat ini tersedia untuk semua peneliti dan pengelola satwa,” pungkasnya.
Menurut Hulse, alat ini idealnya bisa digunakan untuk membantu memandu relokasi koala yang lebih tepat sasaran antardaerah. Meski terdapat aturan ketat soal relokasi koala, teknologi ini bisa menjadi kunci untuk meningkatkan keberagaman genetik di populasi yang terancam.
Baca Juga: Temuan Ilmiah: DNA Purba dari Papua Nugini Ungkap Adanya Isolasi Genetik Meski Tinggalnya Berdekatan
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR