Nationalgeographic.co.id–Pada tahun 820-an, Kekasairan Bizantium "hanyut" dalam perang saudara yang merusak. Memanfaatkan kesibukan Kekaisaran Bizantium yang sedang saling menyerang, sekelompok bangsa Arab Andalusia yang diasingkan mendarat di Pulau Kreta. Mereka pun menaklukkan pulau itu dan merebutnya dari tangan Bizantium.
Dari pulau yang baru dikuasai, bangsa Arab melancarkan serangan dahsyat di seluruh Aegea dan Mediterania timur. Serangan ini menimbulkan ancaman serius bagi komunikasi dan rute komersial Bizantium. Beberapa upaya dilakukan untuk merebut kembali pulau itu tetapi semuanya gagal. Pada tahun 960 M, Kekaisaran Bizantium melakukan satu upaya terakhir untuk merebut kembali pulau itu.
Emirat Kreta dan Nikephoros Phokas
Orang-orang Arab melancarkan banyak serangan dahsyat di wilayah Kekaisaran Bizantium dari ibu kota pulau mereka Chandax (Heraklion modern) di Kreta. Serangan dan pembajakan ini merusak perdagangan Kekaisaran Bizantium dan menjadi ancaman serius bagi masyarakat pesisir kekaisaran. Tidak hanya itu, Emirat Kreta juga mampu menggabungkan beberapa pulau Aegea ke dalam lingkup pengaruhnya dan menarik pajak. Masyarakat lain harus direlokasi menjauh dari ancaman serangan Kreta.
Lebih jauh lagi, Kreta berfungsi sebagai pangkalan terdepan untuk beberapa serangan lain dari negara-negara Muslim dari Levant. Contoh utamanya adalah penjarahan Tesalonika pada tahun 904.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Kekaisaran Bizantium merasa perlu merebut kembali Kreta dari orang-orang Arab. Pada tahun 825 dan sekali lagi pada tahun 826, Kekaisaran Bizantium mengirim pasukan melawan Kreta. “Kedua upaya itu menemui kegagalan,” tulis Jean du Plessis di laman The Collector.
Upaya lain dilakukan pada tahun 843 dan sekali lagi pada tahun 866 ketika armada kekaisaran dihancurkan oleh angkatan laut Arab. Dua upaya lagi dilakukan untuk merebut Kreta, pada tahun 911 dan sekali lagi pada tahun 949. Serangan-serangan ini juga berakhir dengan bencana, menguras sumber daya dan manusia yang berharga dari Kekaisaran Bizantium.
Pada tahun 955, Kekaisaran Bizantium kembali mengalami serangkaian kekalahan serius. Saat itu, Bardas Phokas yang sudah tua yang merupakan panglima tertinggi tentara Bizantium digantikan oleh putra sulungnya, Nikephoros Phokas. Nikephoros adalah seorang jenderal dan ahli strategi yang brilian. Ia segera mereformasi tentara dan mulai membalikkan banyak kerugian yang diderita oleh Kekaisaran Bizantium. Pasukan Kekaisaran Bizantiu pun memenangkan pertempuran demi pertempuran. Keberhasilan militernya mengamankan perbatasan serta mendorong para agresor Muslim ke posisi yang tidak menguntungkan. Hal ini membuat Kekaisaran Bizantium dapat sekali lagi mengalihkan perhatian mereka ke Kreta.
Pertempuran di Pulau Kreta
Kaisar Konstantinus VII memulai persiapan untuk Kreta. Namun karena kematiannya yang terlalu dini pada tahun 959, putranya, Romanos II, mengambil alih.
Kekaisaran Bizantium tidak mampu menghadapi serangan yang gagal lagi melawan Kreta. Maka, Romanos II mengumpulkan armada yang jauh lebih besar. Ia pun merekrut lebih banyak tentara daripada kampanye lain yang sebelumnya dikirim untuk melawan pulau itu. Dokumentasi sejarah tidak memberikan angka yang dapat diandalkan untuk ekspedisi tersebut. Tapi kemungkinan besar jumlah pasukannya dua kali lipat dari ekspedisi tahun 949.
Baca Juga: Byzas, Pendiri Bizantium yang Diceritakan dalam Mitologi Yunani
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR