NationalGeographic.co.id - Superdiversity, istilah yang mungkin cocok untuk menggambarkan tingkat keberagaman di Indonesia.
Begitu kompleks dan beragamnya budaya, agama, sumber daya alam, dan kehidupan masyarakatnya hingga sulit untuk mengkategorikan, memilih, atau menyederhanakannya. Inikah salah satu contoh ujian Tuhan bagi manusia dalam bentuk kekayaan?
Bagai pedang bermata dua, keberagaman budaya dan kekayaan alam yang Indonesia miliki dapat menjadi senjata untuk bertransformasi menjadi negara maju.
Namun, tidak menutup kemungkinan juga kekayaan ini menjadi senjata yang memakan tuannya. Cara pengembangan, pemanfaatan, hingga pengelolaan sumber kekayaan yang kita miliki sangat berpengaruh bagi kemakmuran bangsa.
Tetapi rasanya sudah menjadi rahasia umum bahwa kita masih belum mampu menemukan cara yang tepat untuk mengelola kekayaan yang kita miliki. Dan mungkin, Indonesia masih belum menemukan tangan yang arif dan bijak untuk melakukannya.
Buktinya, dewasa ini kita dibombardir dengan berita-berita mengenai kerusakan di Indonesia yang semakin meluas. Alam Indonesia yang dikeruk habis-habisan, keanekaragaman satwa yang kehilangan habitat aslinya, masyarakat adat yang murka, dan kebijakan yang terdiam.
Lalu, dari mana kita bisa memperbaikinya?
Ilmu pengetahuan memberikan angin segar dengan munculnya teori Community Based Research (CBR), riset yang berdasarkan nilai-nilai masyarakat. Ini menjadi suatu hal yang baik karena pengembangan kekayaan yang kita miliki dapat dilakukan secara bottom up.
Kita bisa melihat dari sudut pandang kebutuhan masyarakat, yang jika dikembangkan lebih jauh, dapat menjadi dasar pembuatan kebijakan yang merakyat.
Di Indonesia sendiri, CBR lebih banyak dikenal implementasinya di bidang pariwisata sebagai Community Based Tourism (CBT). Hal ini dikarenakan pariwisata merupakan salah satu industri yang menyumbang devisa negara yang besar.
Di tahun 2024, pariwisata menyumbang hingga 16,71 miliar USD (Biro Data dan Sistem Informasi Kemenpar, 2025). Di samping itu, pariwisata juga menjadi salah satu “wajah” bagi Indonesia.
Salah satu praktek CBT di Indonesia yang marak dikembangkan di kepariwisataan adalah Desa Wisata. Pengembangan desa wisata mulai marak digiatkan di tahun 2010-an, ditandai dengan adanya Permenparekraf No. 9 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan Pariwisata Pedesaan.
Penulis | : | Yussy Maulia |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR