Nationalgeographic.co.id—Jelang pertengahan 2025, hubungan Kamboja dan Thailand memanas. Ketegangan bermula ketika warga Kamboja mengunjungi kompleks Kuil Ta Muen Thom, situs bersejarah periode Hindu abad ke-11, yang berada di perbatasan dengan Thailand. Kunjungan ini mendapatkan teguran dari Angkatan Darat Thailand sebagai “perilaku tidak pantas”.
Menanggapi hal tersebut, Mean Chanyada, gubernur Oddar Meanchey, mendorong agar warga dapat bebas berkunjung dan tetap menyanyikan lagu kebangsaan Kamboja. Militer ikut mengunjungi kompleks situs, memicu protes dari Menteri Ketahanan Thailand, Phumtham Wechayacha.
Kamboja dan Thailand, sebelumnya sebagaimana dilansir The Phnom Penh Post, telah bersepakat bahwa situs suci tersebut berada di bawah kontrol Thailand. Kesepakatan itu memberikan akses warga kedua negara dapat berkunjung ke sana. Ketegangan terkait kunjungan situs itu sempat mereda pada 4 Mei, ketika keduanya bersepakat untuk menarik kekuatan militer.
Namun, kesepakatan itu hanya memberi jeda singkat. Bentrokan militer antarpihak meletus pada 28 Mei, ketika keduanya berpatroli di wilayah bersengketa, yakni Provinsi Preah Vihear, Kamboja, dan Provinsi Ubon Ratchathani, Thailand. Kedua belah pihak saling menuduh siapa yang lebih dulu memulai tembakan. Perbatasan darat kedua negara ditutup.
Situs Sejarah Khmer yang Disengketakan
Ta Muen Thom adalah kuil bercorak Hindu yang dibangun Udayadityawarman II, raja ke-14 Kekaisaran Khmer. Diperkirakan, pembangunannya telah selesai pada abad ke-11 dengan pengembangnnya yang dilakukan raja-raja Khmer berikutnya, seperti Jayawarman VII.
Ada pun Kuil Preah Vihear yang juga berada dalam persengketaan sepanjang sejarah hubungan Kamboja dan Thailand. Bagian pertama dalam pembangunan kuil ini diperkirakan pada awal abad ke-9 oleh Suryawarman II sebagai persembahan kepada Dewa Siwa.
Penyebutan nama Suryawarman II ini berasal dari prasasti yang ditemukan di dalam kuil. Kemudian, Preah Vihear digunakan sebagai tempat ibadah Buddha seiring dengan berkurangnyua pengaruh Hindu di Khmer.
Sebagian situs-situs bersejarah ini baru tersingkap dalam upaya pemetaan perbatasan antara Kamboja dan Thailand. Hal ini yang kemudian membuat kedua negara mengeklaim perlindungan kawasan bersejarah dan menyisakan sengketa konflik berkepanjangan dalam politik.
Sejarah Teritorial Kamboja-Thailand yang Kelabu
Setelah Kekaisaran Khmer runtuh, Kerajaan Ayutthaya (kelak Siam/Thailand modern) berkembang dengan luas wilayahnya mencapai Kamboja. Pada abad ke-19, Prancis menduduki beberapa kawasan Siam yang kemudian menjadi Kamboja berdasarkan perjanjian 1867.
Baca Juga: Selain Angkor Wat, Candi Terpencil di Kamboja Ini Patut Dikunjungi
Prancis, kemudian, memetakan perbatasan Kamboja-Thailand pada 1904 dengan mengikuti aliran sungai alami dan perbukitan. Garis demarkasi ini bermasalah. Seluruh area Kuil Preah Vihear, misalnya, berada di sisi Siam yang disepakati Prancis. Namun pada pemetaan Prancis berikutnya, kuil tersebut masuk wilayah Kamboja.
Prancis menyerah ketika Nazi Jerman menyerang dalam Perang Dunia II pada 1940. Siam yang telah berubah menjadi Thailand menuntut agar wilayah yang telah diperebut Prancis dikembalikan, namun Prancis menolak. Perang Prancis-Thailand pun pecah dengan keunggulan di tangan Thailand.
Thailand juga dengan segera menandatangani kerja sama dengan Jepang yang baru datang. Kerja sama ini mengharapkan agar Jepang dapat membantu Thailand mengusir Inggris dan Prancis yang telah merebut wilayah kekuasaannya.
Setelah Perang Dunia II berakhir, Kamboja mendapatkan kemerdekaan pada 1953. Pihak Kamboja menggunakan demarkasi yang diwariskan koloninya. Hal ini menyebabkan ketegangan Kamboja dan Thailand berlanjut.
Untuk menyelesaikan ketegangan ini, Mahkamah Internasional pada 1962 menetapkan bahwa sebagian dari kuil itu berada di bawah Kamboja, namun Thailand masih mengeklaim. Perbedaan sumber rujukan peta menyebabkan perbatasan Kamboja-Thailand jadi samar dan tidak menemui jalan keluar.
Kedua negara kemudian menyepakati pembentukan komisi bersama untuk menyelesaikan sengketa secara damai pada 2000. Lagi-lagi, komisi ini tidak mencapai kemajuan karena sama-sama mengeklaim atas situs bersejarah.
Ada pun berita palsu pernah tersebar di Kamboja yang menyebabkan kerusuhan di Phnom Penh 2003. Surat kabar secara keliru menuduh bahwa Suvanant Kongying, aktris Thailand, menyebut Angkor Wat adalah milik Thailand yang kemudian tersebar di media-media lainnya.
Masyarakat Phnom Penh, ibukota Kamboja, merespons dengan merusak kedutaan Thailand dan bisnis milik Thailand pada Januari 2003. Lebih lanjut, ketegangan kedua negara semakin memuncak pada 2008 dan 2011 setelah Kamboja mendaftarkan kuil Preah Vihear sebagai Warisan Dunia UNESCO.
Mahkamah Internasional menginstruksikan kedua negara untuk menarik tentara mereka. Kuil Preah Viehar dan sekitarnya ditetapkan sebagai zona dimiliterasi. Pada 2013, atas permintaan interpretasi putusan 1962, Mahkamah Internasional menegaskan bahwa wilayah sekitar Kuil Preah Vihear adalah milik Kamboja.
Putusan ini menguntungkan Kamboja, sebagaimana dilansir Al-Jazeera. Dampaknya, ratusan penduduk desa Thailand di sekitar perbatasan kehilangan tanah dan memungkinkan bentrokan baru.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR