Nationalgeographic.co.id—Dinosaurus selalu memikat imajinasi manusia. Bukan hanya karena ukurannya yang luar biasa, tetapi juga karena bentuk tubuh mereka yang tak lazim.
Gigi-gigi tajam bergerigi, cakar raksasa, tonjolan bertanduk, dan lapisan tubuh seperti zirah, membuat baik para ahli maupun masyarakat bertanya-tanya: sebenarnya untuk apa semua struktur luar biasa ini?
Seabad yang lalu, para ahli meyakini bahwa fitur-fitur luar biasa dinosaurus berkembang untuk menyerang dan bertahan dari spesies lain.
Dahulu, tengkorak Triceratops dianggap sebagai kombinasi tombak dan perisai untuk melawan Tyrannosaurus yang buas. Kemudian, lempeng serta duri Stegosaurus dipercaya berevolusi agar Allosaurus berpikir dua kali sebelum menggigit.
Namun, seiring hasil penelitian yang terus berkembang, narasi itu kini berubah. Kini kita tahu bahwa anatomi dinosaurus yang unik ternyata juga digunakan untuk bertarung melawan sesamanya.
Berikut adalah beberapa temuan paling menarik tentang pertarungan antar dinosaurus, yang dilansir dari laman Smithsonian Magazine.
Ankylosaurus saling hantam dengan ekor berat
Zuul, salah satu kelompok dinosaurus Periode Cretaceous yang disebut ankylosaurs, memiliki struktur tubuh yang mengagumkan. Dari kepala hingga ekor, tubuh Zuul diselimuti zirah tulang.
Ankylosaurus yang hidup 75 juta tahun lalu ini memiliki duri-duri tajam. Seperti Ankylosaurus klasik, ia memiliki ciri khas berupa gada besar di ujung ekornya yang kuat.
Meski struktur tersebut mungkin berguna untuk menghalau predator seperti Daspletosaurus, kerabat karnivor T. rex, sebuah studi menemukan bahwa Zuul kemungkinan besar juga saling bertarung.
Kajian Victoria M. Arbour dan timnya itu berjudul “Palaeopathological evidence for intraspecific combat in ankylosaurid dinosaurs” yang terbit di jurnal Biology Letters.
Satu-satunya fosil Zuul yang ditemukan menunjukkan luka pada zirah di pinggul, akibat hantaman benda tumpul. Ekor Zuul lain dianggap sebagai penyebab yang sangat mungkin.
Paleontolog Victoria Arbour dari Royal BC Museum dan rekan-rekannya juga mengusulkan bahwa tiap spesies ankylosaur mengembangkan pola zirah unik sebagai sarana komunikasi dan pertarungan sesama.
Jika tujuan utama zirah hanyalah bertahan dari predator, maka bentuknya akan seragam antar spesies. Namun, keragaman bentuk duri dan lempeng antar spesies menunjukkan bahwa zirah juga berfungsi sebagai hiasan dan perlindungan dalam duel di Zaman Kapur.
Tyrannosaurus saling gigit wajah
Tyrannosaurus rex dikenal sebagai salah satu dinosaurus karnivor terbesar yang pernah ada Selama lebih dari seratus tahun, para paleontolog mencoba memahami bagaimana ia menggunakan rahangnya saat berburu.
Namun, bagaimana jika dua T. rex saling berhadapan? Joseph Peterson, paleontolog dari University of Wisconsin Oshkosh, dan timnya menemukan bahwa T. rex saling menggigit wajah.
Temuan tersebut dipublikasikan dalam studi berjudul “Face Biting On A Juvenile Tyrannosaurid And Behavioral Implications” yang terbit di jurnal PALAIOS.
Dalam studi tersebut, para peneliti menganalisis tengkorak T. rex remaja bernama “Jane” yang memiliki empat bekas gigitan yang mulai sembuh. Hasilnya, luka-luka itu cocok dengan bentuk gigi T. rex lain yang seumuran.
Mereka kemudian menyimpulkan bahwa T. rex bertarung dengan menggigit moncong satu sama lain. Perilaku ini mirip dengan beberapa spesies buaya saat ini—dan perilaku ini sudah terjadi sejak usia muda.
Fosil T. rex dewasa lain yang juga ditemukan dengan luka gigitan memperkuat dugaan bahwa dinosaurus ini memang "saling hadap wajah".
Triceratops saling mengunci tanduk
Triceratops, salah satu dinosaurus yang memiliki wajah unik. Ia memiliki tiga tanduk di wajahnya.
Hal menarik lainnya, bagian leher (frill) Triceratops terdiri dari tulang padat, bukan tulang berongga seperti kerabat bertanduk lainnya.
Triceratops bertarung dengan sesamanya dengan saling mengunci tanduk. Sebuah studi menemukan luka-luka yang telah sembuh pada beberapa tengkorak Triceratops, cocok dengan posisi tanduk saat dua Triceratops bertarung.
Kajian Andrew Farke dari Raymond M. Alf Museum dan koleganya itu berjudul “Evidence of Combat in Triceratops” yang terbit di jurnal PLOS One.
Dinosaurus bertanduk lain tidak menunjukkan luka serupa—kemungkinan mereka lebih memilih pameran visual ketimbang kekerasan.
Temuan terbaru pada lubang tak biasa di frill Triceratops berjuluk “Big John” menunjukkan luka akibat pertarungan, mungkin karena tanduk yang tergelincir.
Pachycephalosaurus menggunakan kepala sebagai alat serang
Pachycephalosaurus, dinosaurus herbivor yang hidup pada zaman Kapur Akhir. Ia memiliki ciri khas kepala berbentuk kubah yang tebal.
Para ahli sudah lama memperdebatkan tentang fungsi kepala itu. Sekilas, tengkorak tebal dan berpaku ini terlihat sempurna untuk adu kepala. Ada banyak ilustrasi menggambarkan dinosaurus ini saling hantam seperti domba gunung.
Meski demikian, kenyataannya sedikit berbeda. Seperti dikutip dari laman Smithsonian Magazine, beberapa kelompok paleontologi telah menemukan bukti adanya cedera yang telah sembuh pada tengkorak Pachycephalosaurus, menunjukkan trauma akibat benturan.
Studi biomekanik juga memperkirakan bahwa tengkorak dinosaurus ini mampu menahan gaya besar. Namun, struktur leher mereka tidak mendukung adu kepala langsung seperti domba. Mereka juga tidak memiliki rongga sinus yang berfungsi meredam benturan seperti mamalia.
Kemungkinan besar, Pachycephalosaurus menggunakan kepala mereka untuk menabrak bagian samping tubuh lawan, seperti pinggul. Namun, ini masih misteri. Fosil mereka sangat jarang, sehingga sulit menguji hipotesis pertempuran mereka.
Para ahli cukup yakin bahwa ada unsur adu kepala, tetapi detailnya masih menunggu penemuan di masa depan.
Allosaurus memakan sesamanya
Allosaurus dikenal dengan gigi dan cakar tajamnya, yang sering digambarkan sebagai alat berburu dinosaurus herbivor. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa predator ini juga tidak segan memangsa sesamanya.
Di situs fosil Mygatt-Moore di Colorado Barat, yang berusia 150 juta tahun, ditemukan sisa-sisa dinosaurus seperti Apatosaurus dan Mymoorapelta.
Di sana juga ditemukan fosil Allosaurus yang tulangnya memiliki bekas gigitan. Berdasarkan studi dari paleontolog Stephanie Drumheller-Horton dan timnya, kemungkinan gigitan itu berasal dari Allosaurus lain.
Temuan tersebut dipublikasikan dalam studi berjudul “High frequencies of theropod bite marks provide evidence for feeding, scavenging, and possible cannibalism in a stressed Late Jurassic ecosystem” yang terbit di jurnal PLOS One.
Hingga saat ini, belum dapat dipastikan apakah luka tersebut terjadi setelah kematian atau saat pertarungan hidup di musim kekeringan.
Namun, hipotesis kanibalisme tetap terbuka, terutama mengingat kelangkaan fosil Allosaurus muda. Jika kanibalisme memang terjadi, ini berarti Allosaurus muda memiliki alasan kuat untuk takut pada sesamanya.
--
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Lastboy Tahara Sinaga |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR