Nationalgeographic.co.id–Bayangkan Anda berdiri di dasar tebing sambil memandangi deretan jejak dinosaurus yang bersilangan tinggi di atas kepala. Anda mungkin merasa seolah-olah menyaksikan hal yang mustahil.
Selain terawetkan di batu padat, jejak-jejak tersebut membentang di sepanjang permukaan yang hampir vertikal. Bagaimana jejak-jejak itu bisa terbentuk di batu yang padat?
Bagaimana jejak dinosaurus bisa terbentuk di batu-batu padat?
“Pembentukan jejak di tebing atau batu padat bermula dari berjalan-jalan biasa di pantai,” tulis Tracy V. Wilson di laman How Stuff Works.
Jutaan tahun yang lalu, dinosaurus meninggalkan jejak mereka di sedimen. Biasanya, tanahnya basah. Sebagian di garis pantai, dataran lumpur, atau bahkan dasar laut dangkal. Saat area tersebut mengering, jejak tersebut mengeras. Akhirnya, lapisan sedimen lain mengisi jejak tersebut, melindunginya dari erosi atau kerusakan.
Dinosaurus yang sangat berat juga dapat meninggalkan jejak bawah, melangkah begitu kuat sehingga mereka menekan lapisan tanah yang lebih dalam. Jadi, pada dasarnya dinosaurus meninggalkan jejak mereka terlindungi di bawah tanah.
Selama jutaan tahun, lapisan sedimen ini mengeras menjadi batuan sedimen. Batuan sedimen itu adalah jenis batuan yang sama yang mengawetkan tulang-tulang fosil dinosaurus. Kemudian, dalam rentang waktu yang panjang, erosi, pelapukan, dan kekuatan geologis secara bertahap menyingkap jejak yang terkubur. Dalam beberapa kasus, kekuatan yang sama ini telah mengubah posisi daratan secara drastis, mengubahnya dari datar menjadi vertikal.
Agar jejak yang terbentuk puluhan juta tahun lalu dapat bertahan hingga saat ini, beberapa langkah spesifik harus terjadi.
Sedimen yang dilalui dinosaurus harus memiliki tekstur yang tepat, tidak terlalu lunak dan tidak terlalu keras. Jejak di tanah yang sangat basah akan runtuh dengan sendirinya. Dan berjalan di tanah yang keras tidak meninggalkan banyak jejak.
Hal ini juga membantu ketika sedimen yang mengisi jejak jatuh perlahan dan jenisnya berbeda dari yang ada di tanah. Misalnya, abu gunung berapi menjadi pengawet yang lebih baik daripada tanah longsor yang tiba-tiba mengubur hamparan jejak berlumpur. Dan, tentu saja, peristiwa geologis pasti telah berpadu sedemikian rupa sehingga jejak tersebut terlihat saat ini.
“Jejak dinosaurus telah ditemukan di setiap benua di dunia kecuali Antarktika, tetapi jejak tersebut masih relatif langka,” tambah Wilson. Namun, kelangkaan dan keawetannya bukanlah hal yang paling menakjubkan tentang jejak-jejak itu. Sering kali, ahli paleontologi dapat memahami apa yang dilakukan dinosaurus saat mereka membuat jejak. Terkadang, jejak tersebut mengungkapkan lebih banyak informasi tentang perilaku dinosaurus daripada yang dapat diperoleh dari fosil kerangka.
Baca Juga: Jejak Dinosaurus Ungkap Kehidupan di Pulau Skye 170 Juta Tahun Lalu
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR