Nationalgeographic.co.id–Dinosaurus telah meninggalkan segudang informasi dalam fosilnya. Termasuk bagaimana mereka mempertahankan diri, apa yang mereka makan, dan terkadang bahkan bagaimana mereka mati.
Namun, ketika dinosaurus mati, apakah mereka meninggalkan petunjuk tentang usianya? Apakah sisa-sisanya menunjukkan apakah dinosaurus mati muda, paruh baya, atau tua renta?
Singkatnya, ya, sebagian besar berkat “cincin pertumbuhan” pada tulang fosil dinosaurus. Cincin-cincin ini, yang terbentuk dengan cara yang mirip dengan lingkaran pohon, baru ditemukan dalam beberapa dekade terakhir. Cincin pertumbuhan mengungkapkan bahwa sebagian besar dinosaurus non-unggas tidak hidup lama. Meskipun terkadang tumbuh hingga ukuran yang sangat besar.
Misalnya, Sue yang dipamerkan di Chicago Field Museum. Sue adalah salah satu spesimen Tyrannosaurus rex terlengkap yang pernah ditemukan, mati pada usia 33 tahun. Umur tersebut ditunjukkan oleh cincin pertumbuhannya.
“Sementara itu, dinosaurus herbivora berparuh bebek tampaknya hanya hidup selama satu atau dua dekade,” ujar Thomas Holtz, ahli paleontologi vertebrata di University of Maryland.
Usia-usia muda ini awalnya mengejutkan para ahli paleontologi.
“Banyak orang mungkin memiliki kesan bahwa setidaknya beberapa dinosaurus menjadi sangat besar karena mereka hidup dalam waktu yang sangat lama,” ujar Steve Brusatte. Brusatte adalah ahli paleontologi vertebrata di University of Edinburgh di Skotlandia. “Tentu saja, para ilmuwan dulu berpikir demikian.”
Hewan modern yang besar cenderung berumur panjang. Gajah semak Afrika (Loxodonta africana), hewan darat terbesar yang masih hidup di Bumi, dapat hidup hingga 70 tahun. Sedangkan paus kepala busur (Balaena mysticetus) dapat hidup hingga 200 tahun.
Namun, dinosaurus adalah cerita yang berbeda. Holtz menjelaskan bahwa irisan tipis tulang hewan memiliki serangkaian garis paralel yang disebabkan oleh pertumbuhan tulang ke arah luar. Garis baru dihasilkan setiap tahun, sehingga menghitung garis-garis ini akan memberikan perkiraan usia hewan yang akurat.
Garis-garis ini terbentuk oleh perubahan tahunan dalam cara hewan tumbuh. Pada musim semi dan panas, cuaca hangat dan makanan yang berlimpah membuat hewan memiliki nutrisi yang cukup. Hal tersebut memungkinkan dinosaurus tumbuh lebih cepat. Namun, di musim dingin, ketika cuaca mendingin dan makanan menjadi langka, pertumbuhan melambat. Perlambatan pertumbuhan ini muncul sebagai garis-garis di antara lapisan tulang.
Namun, ada beberapa komplikasi dengan teknik pengukuran pertumbuhan ini. Salah satunya disebabkan oleh rongga sumsum tulang. Rongga itu merupakan ruang di dalam tulang yang menghasilkan sumsum tulang. Seiring tulang tumbuh, rongga sumsum tulang juga tumbuh.
Pertumbuhan itu membuat beberapa cincin pertumbuhan awal dalam perluasan tersebut terhapus. Untuk mengatasi hal ini, para peneliti menumpangkan tulang dari individu yang lebih kecil dari spesies yang sama di atas garis-garis yang hilang pada individu yang lebih besar. “Tujuannya adalah untuk membantu memperkirakan jumlah total potensial,” kata Holtz.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR