Nationalgeographic.co.id–Selama lebih dari seabad, para ahli paleontologi bertanya-tanya tentang bagaimana dinosaurus berhubungan seks. Tyrannosaurus rex yang ikonis diberi nama pada tahun 1906. Deskripsi dinosaurus tersebut menyiratkan bahwa mungkin lengan mungilnya berfungsi sebagai “organ pencengkeram saat kopulasi”. Gagasan itu tidak pernah populer. Namun mengakui bahwa bahkan dinosaurus yang paling menakutkan pun pasti pernah berkembang biak. Mereka mungkin bahkan memiliki perilaku seksual yang unik.
Tapi, mempelajari kehidupan seksual hewan yang telah punah selama lebih dari 66 juta tahun merupakan sebuah tantangan.
Hingga saat ini, belum ada yang menemukan dinosaurus yang terawetkan dengan sangat baik dengan organ reproduksinya yang utuh. Yang paling mendekati yang bisa kita dapatkan adalah dinosaurus bertanduk kecil dengan kloaka yang terawetkan. Kloaka adalah sebuah lubang tunggal yang menampung saluran kemih, ekskresi, dan reproduksi di belakangnya.
Perbandingan dengan burung dan buaya yang masih hidup menunjukkan bahwa masing-masing dinosaurus biasanya memiliki falus atau klitoris. Tapi, bukti kuat struktur tersebut belum ditemukan. Hingga bukti tersebut ditemukan, membayangkan secara akurat mekanisme bagaimana dinosaurus melakukannya akan sulit.
Tentu saja, kehidupan seks dinosaurus bukan hanya tentang anatomi. Seperti halnya burung dan buaya, dinosaurus pasti saling menarik perhatian lawan jenis. Dinosaurus juga mengekspresikan berbagai sistem perkawinan yang berbeda selama jutaan tahun mereka hidup di planet kita.
Banyak momen Mesozoikum ini hilang seiring waktu. Tapi pada tahun 2016, para ahli paleontologi mengumumkan bahwa mereka menemukan bukti lahan kawin yang luas. Di lahan itu, dinosaurus karnivora besar yang mirip dengan Acrocanthosaurus berkumpul untuk menggaruk tanah. “Seperti yang dilakukan beberapa spesies burung yang bersarang di tanah saat ini,” tulis Riley Black di laman Smithsonian Magazine.
Dinosaurus memilih tempat dan mengais-ngais tanah di Colorado prasejarah. Untuk apa? Hal itu mungkin dilakukan untuk menarik calon pasangan atau untuk mengintimidasi dinosaurus lain selama musim kawin. Sejak saat itu, goresan serupa telah ditemukan di Kanada, dan goresan kecil telah muncul di Korea Selatan. Penemuan tersebut menunjukkan bahwa metode ini merupakan favorit di antara teropoda.
Ornamen dinosaurus bertanduk yang sangat berbeda seperti Triceratops dan Styracosaurus menunjukkan bahwa dinosaurus juga berhati-hati dalam memilih pasangannya. Pada awal paleontologi, tanduk dan duri sering dianggap sebagai senjata pertahanan terhadap karnivora besar. Namun, jika demikian, ahli paleontologi akan menemukan dinosaurus bertanduk dengan susunan tanduk yang relatif mirip. Susunan tanduk itu mungkin dioptimalkan untuk bertahan melawan tyrannosaurus. Sebaliknya, para ahli mengenali banyak spesies ceratopsida berdasarkan susunan tanduk mereka yang sangat bervariasi. Dan banyak di antaranya tampaknya hanya akan digunakan secara terbatas sebagai senjata pertahanan.
Seleksi seksual, di mana pilihan pasangan memengaruhi anatomi, kemungkinan besar merupakan pendorong ciri-ciri dinosaurus fantastis. Ciri-ciri tersebut begitu sering memikat imajinasi kita.
Faktanya, beberapa dinosaurus bertanduk menggunakan tanduk untuk bertarung. Hal itu merupakan petunjuk bahwa interaksi antar dinosaurus dari spesies yang sama mungkin lebih signifikan dalam mendorong anatomi dinosaurus yang tidak biasa. Studi tengkorak Triceratops menunjukkan bahwa reptil bertanduk tersebut pasti sering beradu tanduk saat berkonflik. Mereka mungkin beradu untuk memperebutkan wilayah atau dalam kontes kawin.
Spesies dinosaurus lain juga telah meninggalkan jejak mereka satu sama lain. Beberapa fosil tyrannosaurus ditemukan dengan bekas gigitan di moncongnya atau luka akibat perkelahian dengan tyrannosaurus lain. Bahkan ada satu kerangka ankylosaurus yang rusak menunjukkan bahwa dinosaurus bertanduk tersebut saling memukul dengan ekor mereka yang seperti gada.
Baca Juga: Bagaimana Dinosaurus Berhubungan Seks?
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR