Singapura terpilih sebagai tuan rumah pertemuan bersejarah antara Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dan Presiden Korea Utara, Kim Jong Un.
Untuk mengamankan hajatan yang digelar pekan depan otoritas Singapura meminta bantuan Resimen Gurkha, pasukan legendaris dari Pegunungan Nepal.
Baca juga: Bismarck, Kapal Perang Nazi yang Menggetarkan Nyali Pasukan Inggris
Saat ini keberadaan pasukan Gurkha sudah mulai terlihat di sejumlah titik-titik penting di Singapura.
Mereka mengenakan rompi antipeluru, menenteng senapan serbu tempur FN SCAR buatan Belgia, dan pistol di sarung kaki.
Meski begitu, sebilah pisau kukri tetap selalu mereka bawa. Orang Gurkha tak pernah meninggalkan kukri.
Menurut kebiasaan, setiap kukri terhunus harus ada darah yang tumpah.
"Mereka adalah salah satu yang terbaik yang bisa ditawarkan Singapura," kata Tim Huxley, pakar International Institute for Strategic Studies (IISS) seperti dilansir ABC News.
Ya, resimen Gurkha namanya memang begitu legendaris. Mereka dikenal sebagai yang paling berani di antara para pemberani, terganas dari yang terganas.
Lebih baik mati daripada jadi pengecut
Gurkha berasal dari wilayah pegunungan Gorkha, salah satu dari 75 distrik Nepal modern. Nama itu juga dipakai oleh sebuah kerajaan pada abad ke-18.
Kerajaan tersebut berperang melawan Inggris Namun tentara Inggris tak pernah bisa mengalahkan mereka.
Baca juga: Video: Orangutan Berusaha Lawan Buldoser yang Ingin Merusak Habitatnya
Pepatah klasik berkata, "Jika dia tak bisa kamu kalahkan, rangkullah sebagai kawan."
Setelah dua tahun berperang tak kunjung menang, pada 1815 Inggris berbalik arah dengan merekrut orang Gurkha sebagai tentara yang melayani kepentingan mereka.
Sebenarnya secara fisik tak ada yang istimewa dari orang Gurkha. Postur mereka kecil dan tidak tinggi.
Meski begitu, masalah nyali, kesetiaan, dan keberanian mereka jangan pernah ditanya.
"Lebih baik mati daripada hidup sebagai pengecut," begitulah prinsip lelaki Gurkha.
Ada sebuah cerita, seorang serdadu Gurkha kehabisan amunisi saat membela Inggris di Perang Dunia II.
Bukannya bersembunyi, dia justru menghunus kukri yang terselip dipinggang untuk kemudian berlari dan melompat ke tank Jerman yang melintas. Leher serdadu Jerman di atas tank digoroknya hingga tewas.
Musuh lari terbirit-birit
Sepanjang dua abad, sudah tak terhitung pertempuran yang dialami Resimen Gurkha dalam melayani Inggris.
Dalam Perang Dunia I, pasukan ini juga ikut bertempur di medan perang Perancis, Mesopotamia, Persia, Mesir, Gallipoli, Palestina dan Salonika. Atas kerja keras dan prestasi mereka dalam peperangan tersebut, Gurkha berhasil mendapatkan 2 penghargaan bergengsi Victoria Crosses.
Baca juga: Robot Penjelajah Curiosity Temukan ‘Blok Bangunan Kehidupan’ di Mars
Pada Perang Dunia II, sebanyak 112.000 tentara Gurkha bersama Pasukan aliansi Commonwealth saling bahu membahu dalam perang di Suriah, Afrika Utara, Italia, Yunani bahkan sampai Malaysia dan Singapura. Untuk hal tersebut, mereka mendapat 10 penghargaan Victoria Crosses.
Pada masa perang Malvinas, dalam suatu front pertempuran, Inggris mempropagandakan kepada pihak militer Argentina akan menyertakan 1 batalyon pasukan Gurkha-nya. Mendengar hal itu tentara Argentina langsung lari terbirit-birit meninggalkan pos-pos mereka.
Meski dianggap sebagai tentara tangguh dan pemberani, dalam situasi damai, orang-orang gunung ini adalah orang yang ramah.
“Gurkha memperoleh pujian tinggi karena ketenangan, efisien dan pembawaan bersahabat bagi kedua belah dua pihak. Kehadiran mereka di Syprus, membantu menenangkan situasi yang sangat berbahaya,” tulis E.D Smith dalam Britain's Brigade of Gurkhas (1985).
Tidak hanya melayani Inggris
Setelah kemerdekaan India dan Nepal, pasukan Gurkha tidak hanya melayani inggris. Sebagian bergabung ke organisasi militer India dan Nepal meski tetap ada yang terus bergabung di kesatuan Inggris.
Selain itu Gurkha juga diperbantukan ke Singapura dan Australia.
Singapura memberdayakan orang-orang Gurkha sebagai bagian dari kepolisian Singapura sejak 1949. Namanya Gurkha Contingent, sebuah pasukan paramiliter yang mirip Brigade Mobil (Brimob) di Indonesia.
Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew begitu takjub pada orang-orang gunung ini. Lee takjub ketika Singapura dalam kerusuhan etnis, di mana polisi dari etnis Melayu menyerang orang-orang Tionghoa dan sebaliknya polisi etnis Tionghoa menyerang orang-orang Melayu.
“Gurkha di sisi lain, netral, selain memiliki reputasi penuh disiplin dan setia,” aku Lee dalam autobiografinya, The Singapore Story: Memoirs of Lee Kuan Yew (1998).
Di Singapura mereka diberikan tempat tersendiri untuk tinggal bersama komunitasnya, yakni di Mount Vernon Camp, jauh dari perkotaan.
Ironisnya, ada peraturan bahwa pasukan Gurkha dilarang menikah dengan wanita lokal Singapura.
Baca juga: Rumah Sakit Jiwa Gonjiam, Salah Satu Tempat Terseram di Korea Selatan
Artikel ini sudah pernah tayang pada Intisari.com. Baca artikel sumber.
Source | : | intisari |
Penulis | : | yoyok prima maulana |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR