Bulan lalu, Indonesia diguncang serangkaian serangan teroris yang mematikan. Menurut laporan polisi, jaringan ektrimis lokal yang berafiliasi dengan ISIS Jama’ah Ansharud Daulah (JAD), bertanggung jawab.
Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia telah bekerja keras untuk menekan pertumbuhan sel teroris dalam negeri. Pemerintah, LSM, termasuk lembaga internasional telah mengalokasikan dana dan berkolaborasi dalam melaksanakan beragam program deradikaliasi.
Baca juga: Karena Viral, Video Eksperimen Penculikan Anak Justru Menjadi Bencana
Namun, pelibatan anak-anak dalam bom bunuh diri pada rangkaian serangan baru-baru ini membuat beberapa pihak merasa program-program ini telah gagal memutus rantai terorisme.
Dalam berbagai riset, kami mempelajari kondisi yang mendorong pada radikalisasi perempuan dan anak-anak.
Bangunnya sel-sel yang tidur
Citra Indonesia sebagai rumah Islam moderat dipertanyakan, diantaranya dengan bangunnya sel-sel tidur ISIS di Indonesia. Tahun lalu, Jenderal Gatot Nurmantyo, menyebutkan bahwa sel-sel samacam itu beroperasi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Sebelum terbentuknya JAD pada 2015, kelompok terdepan pada serangan teroris adalah jaringan Jemaah Islamiyah (JI) , kelompok ekstrimis Asia Tenggara yang berbasis di Indonesia. JI secara tidak langsung berafiliasi dengan al-Qaeda. Mereka bertanggung jawab atas Bom Bali (2002) yang menewaskan 202 orang.
Sebagai pendatang baru, JAD bekerja sama dengan gerakan radikal lainnya, termasuk ekstrimis dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), yang didirikan oleh mantan pemimpin JI, Abu Bakar Ba’asyir. Terdapat hubungan antara JAD dan JI. Meski demikian, analisis yang lebih dalam akan menunjukkan bahwa kedua kelompok ini berbeda dalam beberapa aspek penting.
Baca juga: Kaitan Antara Bulu Lebat dengan Tingkat Libido Wanita Menurut Sains
Kaderisasi dan keanggotaan JI lebih ketat dibandingkan JAD, yang mengizinkan siapa saja yang tertarik untuk menjadi bagian dari sel kecil mereka. Perbedaan lain adalah obyek sasaran mereka, yang mengingatkan kita akan perbedaan antara al-Qaeda dan ISIS.
Al-Qaeda awalnya kerap merujuk Barat sebagai musuh utama mereka, sementara ISIS di fase awalnya, menunjukkan bahwa musuh utama mereka bukan Barat di kejauhan sana, tapi Muslim nominal (musuh “dekat”), terutama Shia dan Sunni yang dianggap sesat dan menyimpang. Sasaran JAD sejauh ini juga adalah musuh “dekat”, utamanya masyarakat sipil Indonesia, termasuk non-Muslim, dan aparat kepolisian, sementara JI kerap menyasar orang asing.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR