Nationalgeographic.co.id - Burung air semakin terancam akibat hilangnya habitat dan perburuan. Tidak hanya itu, ancaman lain yang mengintai keberadaan burung lain adalah pencemaran air yang telah meracuni rawa dan pantai akibat penggunaan pestisida, intektisida dan merkuri.
Guru Besar Ilmu Pelestarian Alam dan Pembinaan Margasatwa Institut Pertanian Bogor (IPB), Hadi Sukadi Alikodra, melakukan penelitian mengenai hal tersebut.
Penelitian dilakukan di Pantai Utara Indramayu-Cirebon dan Rawa Gelam Sungai Muning di Tapin, Kalimantan Selatan, karena itu merupakan daerah penting bagi kelestarian burung air.
Baca Juga : Penjelasan NASA Soal Potongan Es di Antartika yang Berbentuk Persegi
Tekanan pembangunan di Indramayu dan Tapin yang relatif tinggi, serta pertumbuhan penduduk dan pembangunan akan mengubah rawa dan pantai menjadi permukiman, perkebunan dan pertanian.
“Kedua wilayah ini berada di luar suaka alam dan kawasan pelestarian alam sehingga terbuka bagi siapa pun yang ingin mengubah habitat burung. Namun, seringkali caranya melanggar tata ruang,” kata Hadi, dilansir dari Mongabay.co.id.
Selain itu, menurut Hadi, kedua wilayah ini juga menjadi daerah perburuan burung air dan membuat keberadaan mereka semakin terancam.
Burung-burung air di Pantura Indramayu-Cirebon dan Rawa Gelam Muning, telah menjadi obyek perburuan warga sekitar. Dari 12 jenis burung air, lima di antaranya diburu penduduk sekitar Rawa Gelam Sungai Muning.
“Mereka berburu burung air karena berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi. Upaya perlindungan dan pelestarian burung air belum jadi perhatian masyarakat dan pemerintah daerah,” ujarnya.
Hadi khawatir perburuan yang terus terjadi akan membuat spesies burung air punah. Apalagi kondisi air yang menjadi tempat hidup burung air semakin tercemar karena adanya pengeboran minyak lepas pantai, kecelakaan pipa minyak bawah laut, lalu lintas kapal laut dan tanker. Kondisi tersebut dapat menyebabkan sistem biologis burung air terganggu.
Baca Juga : Menjadi Agen Perubahan, Menuju Rumah Minim Sampah
Dalam berbagai penelitian, populasi burung air diketahui terus menurun. Pada 2009, di Saemangeum, Korea Selatan--tempat yang menjadi jalur migrasi burung air kedidi besar (Calidris tenuirostris) dari Siberia menuju Australia--populasinya berkurang 20 persen karena adanya reklamasi.
Menurutnya, untuk saat ini, sulit mendapatkan lingkungan yang tepat bagi kehidupan burung air, kecuali di kawasan suaka dan pelestarian alam.
Sebanyak 75 persen lahan basah Rawa Gelam Sungai Muning telah menjadi lahan kering dan ini membuat kehidupan burung air baik migran maupun non migran semakin mengalami kesulitan.
Perubahan musim tanam padi juga berpotensi pada kebiasaan dan pergerakan harian maupun musiman burung pantai ataupun rawa.
Source | : | mongabay.co.id |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR