Nationalgeographic.co.id - Pengguna telepon pintar (smartphone) di Indonesia mencapai lebih dari 100 juta, menempati peringkat keempat setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Karakter populasi di Indonesia beragam, mulai dari tubuhnya masih sehat, berisiko sakit sampai yang sudah telanjur menderita penyakit tidak menular.
Pada era digital, penggunaan telepon pintar tidak hanya soal gaya hidup tapi sudah menjadi kebutuhan. Masyarakat juga semakin terbiasa googling mencari informasi kesehatan atau berkonsultasi melalui layanan app kesehatan. Ketika beban kesakitan penyakit tidak menular meningkat, sejauh mana telepon pintar dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengendaliannya?
Baca Juga : Status Sosial Ekonomi Keluarga Memengaruhi Kognitif dan IQ Seseorang
Prevalensi penyakit tidak menular meningkat
Terobosan inovatif, bahkan disruptif, untuk pengendalian penyakit tidak menular sangatlah diperlukan. Pendekatan tradisional dalam bentuk relasi paternalistik dokter-pasien dianggap tidak relevan lagi untuk mengatasi kompleksitas kesakitan penyakit tidak menular pada era sekarang.
Pada 1990, tiga terbesar penyakit yang menjadi beban di masyarakat adalah penyakit menular seperti diare, infeksi saluran pernapasan, dan tuberkulosis. Dua puluh enam tahun kemudian, urutannya berubah. Penyakit jantung, stroke dan diabetes menempati urutan atas.
Untuk mengatasi ini, Kementerian Kesehatan, telah menggerakkan upaya promotif dan preventif dengan mendorong berdirinya ribuan Pos Pembinaan Terpadu PTM (Posbindu PTM) di masyarakat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyediakan layanan khusus kepada penderita penyakit tidak menular melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis).
Namun, menurut Menteri Kesehatan, kunci utama pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular terletak pada kesadaran individu untuk menerapkan pola hidup sehat. Di sinilah titik temu antara potensi telepon pintar dengan kebutuhan pengendalian penyakit tidak menular berbasis penguatan kesadaran individu untuk hidup sehat.
Potensi m-Kesehatan
Pemanfaatan inovasi berbasis ponsel untuk kesehatan disebut (mobile-health, m-Health) alias m-Kesehatan. Ini mencakup penggunaan sandangan (wearables), sensor maupun perangkat diagnostik yang dapat tersambung secara kabel atau nirkabel ke ponsel.
Berbagai riset m-Kesehatan telah dipublikasikan, baik baru tahap uji coba (pilot study) maupun uji klinis (clinical trial). Sebelum era 4G, beragam penelitian m-Kesehatan telah membuktikan bahwa pasien penyakit kronis yang mendapatkan pengingat (reminder) melalui SMS akan lebih patuh minum obat daripada tanpa pengingat. Ketika teknologi berevolusi menjadi ponsel cerdas dan terkoneksi Internet, potensinya berlipat ganda.
Research2Guidance (R2G) pada 2017 melaporkan terdapat 325 ribu app (aplikasi) kesehatan di dunia. Sebagian besar tersedia di platform Android. Pada 2017 diperkirakan terdapat 3,7 miliar unduhan app kesehatan.
Source | : | The Conversation Indonesia |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR