• Berita
    • Sains & Teknologi
    • Sosial
    • Budaya
    • Arkeologi
    • Sejarah
    • Alam
    • Lingkungan
    • Kesehatan
    • Antariksa
    • Travel
  • Foto Lepas
  • Majalah
    • Feature
    • Feature Ekstra
    • Foto Feature
    • Foto Imaji
    • Foto Kilas Balik
    • Foto Di Balik Layar
  • Indonesia 360
    • Jelajah Inspirasi Pendidikan Negeri
    • Jelajah Pulau Samosir dan Danau Toba
    • Teroka Wajah Ibu Kota
    • Kelana di Timur Pulau Jawa
    • Jelajah Karst Sangkulirang Mangkalihat
    • Pesona Alam dan Budaya Kepulauan Togean
    • Menyelami Teluk Cenderawasih
  • Jurnal Xplorasi
  • Home
  • BERITA

Dia, Janda dari Hindia

Mahandis Yoanata Thamrin - Rabu, 6 Februari 2019 | 23:24 WIB
Willemspark yang berada di pusat Kota Den Haag.
Mahandis Yoanata Thamrin
Willemspark yang berada di pusat Kota Den Haag.

Tiba di negeri kincir angin, saya mendengar orang berseloroh, “Kalau seorang magistrat adalah duta Tuhan di dunia, maka negara yang menjadi duta Tuhan di dunia adalah Belanda.” Bisa jadi apa yang ia katakan benar, mengingat salah satu kotanya, Den Haag, identik dengan kota asal-usul hukum internasional. Bahkan, kitab hukum di Indonesia mengadopsi hukum buatan Belanda.

Tersebutlah Hugo de Groot, ahli hukum Belanda pada akhir abad ke-16. Bersama koleganya, ia membuat fondasi hukum semesta. Sejalan itu, Belanda menjadi ikon penggagas tatanan ketertiban dan keadilan hukum bagi dunia.

Berjalan kaki menyusuri urat jantung Den Haag ibarat meniti untaian kisah sejarah yang tak akan ditemui di buku pelajaran sekolah. “Jelang dan pasca kemerdekaan Indonesia,” ujar Olivier Johannes Raap, warga Belanda yang menggandrungi eksotika Jawa, “kota ini disebut juga sebagai ‘Weduwe van Indië’ atau Janda dari Hindia Belanda. Saat itu banyak pendatang dari Indonesia pindah ke Den Haag karena menghindari masalah perang atau politik.”

Peta Kota Den Haag, Belanda.
Peta: Fredy Susanto; Kartografer: Warsono; Sumber: NGM Maps
Peta Kota Den Haag, Belanda.

Jika Amsterdam adalah kota yang dijejali turis penjuru dunia, kita akan menemukan nuansa kehidupan formal orang Belanda di Den Haag. Di kawasan ini, raja dan perdana menteri berkantor. Kotapraja ini berhias gedung-gedung elok abad ke-14 dan sejumlah monumen. Sembari menikmati pesona kota dengan jalan kaki, tetap perhatikan langkah Anda karena di sini sepedalah yang menjadi raja.

 
Vredespaleis, Istana Perdamaian yang diresmikan pada 28 Agustus 1913.
Mahandis Yoanata Thamrin
Vredespaleis, Istana Perdamaian yang diresmikan pada 28 Agustus 1913.
 
 
 
 
VREDESPALEIS Inilah Istana Perdamaian, kantor International Court and Justice atau Mahkamah Internasional. Tampaknya kita—sebagai orang Indonesia—harus menerima kenangan kecut ketika memandanginya. Di sini, perseteruan Indonesia dan negeri tetangga Malaysia soal Ligitan dan Sipadan berakhir dengan hilangnya kedua pulau itu dari peta Indonesia. Pada 28 Agustus-21 September 2013 Vredespaleis, Istana Perdamaian yang diresmikan pada 28 Agustus 1913 digelar perayaan satu abad usia istana ini, sekaligus memperingati hari perdamaian sedunia. Perayaan digelar di lingkungan Istana Perdamaian, relung Kota Den Haag, dan juga di seluruh dunia.
 
 
Paleis Noordeinde, kantor Sang Raja.
Mahandis Yoanata Thamrin
Paleis Noordeinde, kantor Sang Raja.
 
 
 

PALEIS NOORDEINDE Jika bendera warna oranye dikibarkan, berarti Sang Raja Willem-Alexander tengah bekerja di dalamnya. Sejatinya, istana ini merupakan hadiah dari kerajaan kepada janda William van Oranje pada abad ke-17. Di depan pintu gerbangnya, terdapat patung perunggu pria berkuda—suami sang janda—menuju ke arah istana itu. Di belakang istana terdapat taman publik, juga kandang kuda dan gudang kereta dengan sebutan Koninklijke Stallen.

WILLEMSPARK Kalau Jakarta punya Monumen Nasional, Den Haag punya monumen yang bertema sama. Bentang taman oval yang berlokasi di persimpangan Sophialaan dan Alexanderstraat ditandai oleh Monumen Plein 1813. Monumen nasional warga Belanda itu dibangun pada 1863 untuk memperingati berakhirnya pendudukan Napoleon Bonaparte, sekaligus kembalinya William I dari pengasingan. Bagi warga, inilah pengingat kemerdekaan mereka.

Willemspark yang berada di pusat Kota Den Haag.
Mahandis Yoanata Thamrin
Willemspark yang berada di pusat Kota Den Haag.

 

PANORAMA MESDAG Museum istimewa di Zeestraat yang memamerkan karya lukisan panorama 360 derajat mahakarya Hendrik Willem Mesdag. Lukisannya menampilkan bentang alam desa pesisir Scheveningen akhir abad ke-19, lengkap dengan tambahan gumuk pasir dan pernik sungguhan yang membuatnya kian nyata. Jika kita melancong ke pantai Scheveningen, saat ini masih tersisa beberapa bangunan yang pernah dilukis Mesdag itu. Menakjubkan!

GROTE OF SINT-JACOBSKERK Gereja tertua di kota ini berlokasi di Torrenstraat, mengacu pada menara lonceng yang dibangun pada abad ke-15. Setiap hari, lonceng rentanya setia berdentang. Nisan-nisan kuno dari kalangan terhormat masih terhampar di lantai dalam gereja. VOC membawa budaya permakaman di lantai gereja sampai ke Batavia dan Banda.

  • 1/
  • 2/
  • Show all
  • Belanda

  • Janda

  • Hindia belanda

  • Den haag

  • Amsterdam

  • Kincir angin

Penulis : Mahandis Yoanata Thamrin
Editor : Mahandis Yoanata Thamrin

PROMOTED CONTENT

KOMENTAR

Popular

Hong Kong Arts Month 2019, Ketika Seni Dihargai Sebagai Sebuah Budaya
Travel Hong Kong Arts Month 2019, Ketika Seni Dihargai Sebagai Sebuah Budaya
x

Grid Network :

Bobo | BolaSport | BolaStylo Cewekbanget | Fotokita | Grid | GridGames | GridHealth | GridMotor | GridOto | Gridpop | Gridvoice | GRID Story Factory | GridHot | Hai | Intisari | iDEA | InfoKomputer | JIP | Juara | Makemac | Motorplus | Nakita | National Geographic Indonesia | Nextren | Nova | Otomania | Otomotifnet | Otoseken | SajianSedap | Stylo | Suar | SuperBall | KG Media

Hak Cipta © Nationalgeographic.Grid.ID 2019 About Us | Editorial | Management | Privacy | Pedoman Media Siber | Contact Us