Nationalgeographic.co.id—Belum lama ini tiga rumah di Perumahan Dian Anyar, Kelurahan Cisereuh, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mengalami kerusakan parah akibat pergerakan tanah. Wahyu Purwakusuma, ahli ilmu tanah dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB University, menjelaskan sains di balik kejadian tersebut.
“Pergerakan tanah terjadi akibat kegagalan tanah. Hal ini berlangsung ketika tanah kehilangan daya dukungnya atau tanah tidak mampu lagi menahan beban di atasnya. Kehilangan daya dukung tanah dapat dipicu ketika beban di atasnya bertambah, sebagai contoh dalam kasus penambahan lantai/tinggi bangunan atau beban lainnya,” jelas Wahyu, seperti dikutip dari laman IPB University.
Wahyu juga memaparkan bahwa tanah juga bisa kehilangan daya dukungnya karena faktor tertentu yang menyebabkan kuat gesernya berkurang. Sebagai contoh ketika kelembapan tanah meningkat akibat hujan lebat yang menyebabkan tekanan pori meningkat sehingga menyebabkan kekuatan geser tanah berkurang dan membuatnya lebih mudah bergerak.
“Drainase tanah yang buruk meningkatkan kelembapan dan tekanan pori, yang dapat memicu longsor di lahan berlereng. Stabilitas lereng yang terganggu juga, misalnya akibat pemotongan lereng, dapat menyebabkan pergerakan tanah. Guncangan seperti gempa atau gangguan mekanik juga dapat melemahkan kekuatan geser tanah,” tuturnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, selain karena hujan deras, pergerakan tanah juga bisa disebabkan oleh faktor geologi tertentu. Salah satunya pergerakan kerak bumi atau aktivitas vulkanik.
“Hal lainnya, bisa juga disebabkan adanya patahan atau sesar sebagai akibat terjadinya pergerakan lempeng bumi,” ujarnya.
Wahyu memaparkan beberapa ciri utama suatu bangunan akan roboh akibat tanah bergerak. Pertama, timbul retakan pada dinding atau fondasi bangunan. Retakan ini bisa bertambah ukurannya seiring dengan berjalannya waktu.
Kedua, lantai bangunan berubah menjadi tidak rata akibat terjadinya pergeseran fondasi bangunan. Pergeseran bangunan atau fondasi ini bisa berdampak terhadap konstruksi pintu/atau jendela sehingga pintu/jendela menjadi sulit/mulai sulit dibuka atau ditutup atau bahkan menjadi miring.
Ketiga, dinding dan struktur bangunan miring. Kemiringan struktur dapat menjadi petunjuk bahwa terjadi pergerakan tanah di bawahnya.
Keempat, perubahan lanskap di sekitar bangunan, seperti terjadi perubahan kemiringan lahan, muncul retakan, pepohonan miring, dan lainnya. Kelima, muncul suara berderak pada struktur bangunan sebagai akibat adanya pergerakan.
“Ada langkah-langkah yang bisa diambil masyarakat untuk mengurangi resiko tanah bergerak. Pertama, masyarakat perlu memahami histori dari lahan, tempat lokasi suatu bangunan, terkait dengan daya dukung tanah dan sejarah geologinya,” imbau Wahyu.
Baca Juga: Mengungkap Fisika di Balik Banjir Bandang Parah di IKN Indonesia
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR