Badan keamanan nasional di Amerika Serikat (NSA) pernah memata-matai pemimpin gerakan sipil, Martin Luther King, dan petinju Muhammad Ali selama masa protes perang Vietnam pada 1967. Hal ini diungkap dalam sebuah dokumen rahasia yang dirilis ke publik.
Dokumen ini juga mengungkap NSA, pada masa itu, memata-matai para wartawan di New York Times dan Washington Post, serta dua senator yaitu Frank Church dari Demokrat dan Howard Baker dari Republikan.
Beberapa pejabat di NSA dalam dokumen itu kemudian menyebut program mata-mata ini sebagai tindakan yang "hina". Operasi yang diberi nama "Minaret" ini awalnya terkuak pada 1970-an. Namun, nama-nama orang yang teleponnya disadap dirahasiakan hingga kini.
Soal perang Vietnam
Nama-nama tersebut menjadi target karena kritiknya atas keterlibatan AS dalam perang Vietnam. Pada 1967, kuatnya protes terhadap anti perang Vietnam membuat Presiden Lyndon Johnson memerintahkan NSA mencari tahu apakah protes tersebut sengaja dibuat oleh negara lain.
NSA kemudian bekerja sama dengan lembaga khusus mata-mata untuk menyusun daftar nama yang akan diawasi, dan menyadap telepon mereka. Petinju Muhammad Ali juga berada dalam daftar orang yang teleponnya disadap.
Program ini dilanjutkan di masa kepemimpinan Richard Nixon pada 1969, namun dihentikan pada 1973, ketika pejabat pemerintahan Nixon terbelit skandal Watergate.
Dokumen rahasia ini dipublikasikan setelah pemerintah mengabulkan permintaan peneliti dari George Washington University. Lembaga Arsip Keamanan Nasional, yang dimiliki oleh universitas tersebut, merupakan sebuah lembaga penelitian yang berusaha memeriksa dan menguak kerahasiaan pemerintah.
Peneliti menggambarkan fakta penyadapan di masa perang Vietnam ini sebagai kejadian yang "mengejutkan". Sementara itu, dalam dokumen yang berbeda, surat kabar The Washington Post mengatakan NSA, telah melanggar privasi ribuan kali dalam satu tahun, dengan menyadap email dan pembicaraan telepon.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Semarang, Nazar Nurdin |
KOMENTAR