Nationalgeographic.co.id—Kawasan Asia Tenggara, dengan 10 ekonominya yang dinamis, tengah menjadi sorotan dunia sebagai salah satu pusat pertumbuhan pasar karbon global.
Laporan terbaru Abatable, "The Opportunity for Carbon Markets in ASEAN," yang diluncurkan di Jakarta, mengungkap potensi luar biasa dari pasar ini untuk mendorong dekarbonisasi sekaligus merangsang pertumbuhan ekonomi di kawasan.
Dengan kekayaan sumber daya alam dan posisi geografis yang strategis, ASEAN memiliki segala yang dibutuhkan untuk memimpin upaya global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.
Laporan ini memproyeksikan bahwa pasar karbon ASEAN dapat menghasilkan pendapatan kumulatif sebesar AS$3 triliun pada tahun 2050.
Angka fantastis ini setara dengan pengurangan emisi sebesar 1,1 gigaton CO2 per tahun, sebuah capaian yang akan memberikan dampak signifikan terhadap iklim global.
Potensi triliunan dolar tersebut tersebar di berbagai sektor. Proyek-proyek berbasis alam seperti REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sebesar AS$27 miliar.
Sementara itu, karbon biru yang berasal dari ekosistem laut seperti mangrove dan padang lamun memiliki potensi mencapai AS$96 miliar.
Sektor biochar, yang memanfaatkan biomassa untuk menghasilkan bahan bakar berkelanjutan, juga menawarkan peluang bisnis yang menjanjikan dengan potensi pendapatan sebesar AS$144 miliar.
Selain memberikan kontribusi besar terhadap upaya mitigasi perubahan iklim, seperti dilansir carboncredits.com, pertumbuhan pasar karbon di ASEAN juga diproyeksikan menciptakan 13,7 juta lapangan kerja hijau.
Hal ini menunjukkan bahwa transisi menuju ekonomi rendah karbon tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru.
Baca Juga: Nilai Transaksi Kredit Karbon Merosot, Banyak Praktik Tak Etis?
'Telan' Pemotor di Seoul, Ini Pengertian, Penyebab, Jenis, dan Lokasi Rawan Sinkhole
KOMENTAR