Menurut jurnal Climatic Change yang meneliti iklim lokal dari vegetasi berbeda di Sumatera, mereka menemukan jika, temperatur hutan, kebun kelapa sawit dan area terbuka, masing-masing suhu berbeda hingga 4,7 derajat.
Dari 2009 sampai 2012, Erik Meijaard, yang memprakarsai Borneo Futures, mewancarai 8,000 warga di 800 desa yang berada di sekitar Kalimantan, Malaysia maupun Indonesia.
Ternyata, sebanyak 33 persen responden mengatakan jika “panas” adalah dampak penebangan hutan yang paling mereka rasakan, setelah minimnya sumber air dan banjir di posisi kedua.
Panas yang disebabkan penebangan hutan ini dapat meningkatkan risiko malaria dan penyakit lainnya. Panas juga dapat mengakibatkan kegagalan panen dan membuat warga lebih cepat lelah.
Studi pada jurnal Economic Literature melihat, tinggi temperatur akan mempengaruhi tingkat produktivitas. Secara umum, setiap suhu meningkat satu derajat, tingkat produktivitas akan menurun sebanyak 1.8 persen.
Penelitian di Sumatera menunjukan, pengalihan lahan dari hutan menjadi kebun kelapa sawit menyebabkan suhu rata-rata sekitar meningkat sebanyak 7,1 derajat. Hal tersebut, bisa saja menurunkan pendapatan per kapita sebanyak 13 persen, walaupun belum ada penelitian lanjut terkait hal tersebut.
"Seharusnya masyarakat Indonesia lebih memahami dampak dari hilangnya hutan, terkait kesejahteran masyarakat itu sendiri," ujar Erik.
Penulis | : | |
Editor | : | Deliusno |
KOMENTAR